kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Pembentukan BPJS Masih Terhambat Status BUMN


Kamis, 10 Juni 2010 / 10:09 WIB


Sumber: KONTAN | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Polemik bentuk atau rupa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) belum juga reda. BUMN yang selama ini menjadi pelaksana jaminan sosial meminta sistem yang berlaku sekarang tetap dipertahankan.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional Bambang Purwaka mengatakan, implementasi pembentukan BPJS adalah amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). "BPJS akan memiliki kewenangan yang lebih tinggi dan memperluas kepesertaan secara efektif," katanya, Rabu (9/6).

Sebetulnya, Bambang mengungkapkan, dengan berlakunya UU SJSN, empat BUMN, yaitu Jamsostek, Taspen, Askes, dan Asabri dapat berperan sebagai BPJS. Namun, yang masih alot, apakah keempat perusahaan pelat merah tersebut melebur menjadi satu atau tetap berdiri sendiri-sendiri.

Masalah lain, status badan hukum keempat BUMN tersebut masih perseroan terbatas. Seharusnya, untuk menjadi BPJS mereka harus turun kelas menjadi perusahaan umum (perum).

Anggota Komisi IX DPR Chusnunia menyatakan, pembentukan BPJS bakal termaktub dalam UU tersendiri. Saat ini, pihaknya masih menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) BPJS.

Dalam pembahasan ini, Komisi IX cenderung BPJS dalam satu atap. Keberadaan BPJS tunggal memudahkan konsolidasi program jaminan sosial dan sistem pengawasannya lebih rapi dibandingkan berdiri sendiri-sendiri.

Namun, Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga meminta, agar sistem jaminan sosial yang berlaku sekarang tetap dipertahankan. Selama ini, Kementerian Negara BUMN bertindak sebagai pengawas dengan menempatkan wakilnya di dewan komisaris atau pengawas.

Kalaupun harus ada perubahan bentuk badan hukum, bisa dengan mengubah badan hukum persero menjadi perum. Dengan catatan, penyesuaiannya harus sejalan dengan prinsip penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional. Jadi, tidak ada kewajiban membayar dividen.

Selain itu, mengenai wali amanah, Hotbonar menilai, tidak jelas rujukan perundangan maupun siapa pengawas dan bagaimana mekanisme pengawasannya. "Wali amanah selama ini tidak dikenal dan belum ada rujukan perundangannya," ungkap Hotbonar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×