CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Pelemahan rupiah jadi lampu kuning utang


Sabtu, 25 Juli 2015 / 09:26 WIB
Pelemahan rupiah jadi lampu kuning utang


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Nilai mata uang Garuda terus menurun terhadap mata uang Paman Sam, Amerika Serikat. Pelemahan rupiah kali ini pun memiliki banyak mudarat. Salah satu efek negatifnya, depresiasi rupiah menyebabkan beban utang pemerintah kian berat.

Melihat kurs tengah Bank Indonesia (BI) Jumat (24/7), rupiah bertengger pada level Rp 13.448 per dollar Amerika Serikat (AS). Artinya terjadi pelemahan sebesar 0,4% dari hari sebelumnya yang tercatat Rp 13.394 per dollar AS. Dalam catatan BI, rupiah secara mingguan (week to date) hingga Kamis (23/7) terdepresiasi 0,58%.

BI mencatat rata-rata depresisi rupiah selama bulan Juni sebesar 1,28% ke level Rp 13.311 bila dibanding bulan Mei. Lalu, dihitung dari akhir Desember 2014 di posisi Rp 12.440 hingga kemarin (24/7), rupiah sudah melemah 8,1%.

Jika dilihat dari sisi utang pemerintah, depresiasi ini sejalan atau berkorelasi dengan posisi utang pemerintah. Nilai utang pemerintah perlahan naik akibat rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemkeu), posisi utang pemerintah pusat terbaru pada akhir Juni 2015 adalah Rp 2.864,18 triliun. Nilai mengalami kenaikan sebesar 0,74% dari posisi bulan sebelumnya Rp 2.843,25 triliun.

Melihat lebih jauh, salah satu komponen yang mengerek kenaikan adalah pinjaman luar negeri. Pinjaman LN naik dari Rp 688,31 triliun pada April ke Rp 689,38 triliun. Kenaikan juga terjadi pada Surat Berharga Negara (SBN) dalam mata uang denominasi valuta asing (valas) dari Rp 548,77 triliun menjadi Rp 554,29 triliun.

Selain jumlah pokok utang yang bertambah, pelemahan rupiah sejak awal tahun ini berdampak pada melejitnya beban bunga utang. Lihat saja bagaimana, realisasi belanja bunga utang pada akhir Juni 2015 sudah sebesar Rp 73,61 triliun atau setara dengan 47,3% dari pagu Rp 155,73 triliun.

Sebelumnya pada Mei realisasi belanja bunga utang hanya Rp 65,11 triliun atau 41,8% dari pagu APBN 2015 .

Sulit dihitung

Menanggapi hal ini, Direktur Strategis dan Portofolio Utang DJPPR Kemkeu Schneider Siahaan mengatakan, dampak pelemahan rupiah terhadap mata uang asing termasuk dollar AS sulit untuk dihitung secara rinci. Pasalnya, rata-rata utang jatuh tempo pemerintah memiliki tenor lebih dari sembilan tahun. Rupiah yang melemah sekarang ini belum tentu terus terjadi pada bulan depan atau tahun depan.

"Perhitungan sementara beban bunga tahun anggaran ini masih bisa dibayar sesuai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015," ujar Schneider, kepada KONTAN, Jumat (24/7).

Sebelumnya, Schneider pernah menjelaskan risiko kurs yang mengalami pelemahan selalu membebani pemerintah karena pemerintah mempunyai porsi valas yang relatif besar. Pada tahun ini, pemerintah menaikkan porsi valas ke level 30% karena minat investor domestik yang menurun. Harapannya, porsi valas ini bisa mengecil ke arah 20% sehingga risiko akibat rupiah bisa mengempis.

Ekonom Lembaga Penjamian Simpanan (LPS) Doddy Arifianto mengatakan, pelemahan rupiah saat ini belum berdampak besar pada posisi utang. Lantaran jumlah utang jatuh tempo tahun ini ada dikisaran US$ 10 miliar, kondisinya masih aman. Mengingat angka itu hanya 8%-9% dari cadangan devisa Indonesia yang kini berada di posisi US$ 108,03 miliar per akhir Juni.

Walaupun begitu, pemerintah harus tetap waspada karena penerimaan pajak diperoleh dalam bentuk rupiah, sedangkan pembayaran utang dalam mata uang asing. Nah, lebih berbahaya kini adalah rendahnya perdagangan valas di dalam negeri yang hanya US$ 5,5 miliar per hari. Padahal di Thailand, nilai transaksinya mencapai US$ 16 miliar. "Pasar mikro valas harus diperkuat, eksportir harus menyimpan dananya di dalam negeri," kata Doddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×