kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pekerja PAL Indonesia: Jangan Biarkan PAL Kolaps


Jumat, 29 Mei 2009 / 10:22 WIB


Reporter: Uji Agung Santosa |

SURABAYA. Beberapa spanduk tampak menghiasi beberapa pojok di lingkungan kerja PT PAL Indonesia yang terletak di tengah komplek angkatan laut itu. Intinya, spanduk-spanduk tersebut berisi keprihatinan dari seluruh karyawan industri perkapalan strategis yang saat ini sedang dirundung krisis. Mereka mendengar perusahaan tempat mereka selama ini mencari nafkah akan mem-PHK 1.000 karyawan dalam waktu dekat ini.

“Kami mampu, jangan biarkan kolaps”, “Jangan biarkan anak bangsa hengkang ke negeri jiran”, tulis beberapa spanduk yang terlihat. PT PAL Indonesia saat ini memang sedang kesusahan, bahkan bulan ini karyawan organic di perusahaan galangan kapal tersebut tidak menerima utuh gajinya. Untuk karyawan pelaksana hanya mendapat 7-% dari seluruh gajinya, sedangkan di tingkat manajerial hanya mendapat 50% dan ditingkat direksi tidak mendapat upah untuk bulan Mei 2009 ini.

Head over yang tinggi untuk membayar gaji karyawan menjadi penyebab kenapa rasionalisasi karyawan perlu dilakukan. Itu sebabnya pula perusahaan itu memotong jam kerja pada hari Jum'at, memotong gaji dan memundurkan pencairan gaji yang seharusnya diterimakan ke karyawan pada tanggal 27 Mei 2009 lalu. “Sudah terlambat sehari, udah dipotong terlambat lagi,” kata Ketua Umum Serikat Pekerja PT Pal Indonesia Kartiko Ardi W, Kamis (28/5).

Beberapa karyawan mengaku tidak merasa terlalu takut dirumahkan, asalnya ada kejelasan mengenai uang pesangon dan kepastian mengenai kemajuan perusahaan ke depan. Manurut Kartiko, krisis yang terjadi di PT PAL Indonesia juga telah membuat beberapa karyawan meninggalkan perusahaan itu secara sukarela. Namun, bukan tanpa sebab, mereka dengan rela meninggalkan PT PAL karena mendapat tawaran kerja yang lebih menarik, dengan gaji lebih gede di Malaysia.

Itulah mengapa, spanduk bertuliskan “jangan biarkan anak bangsa hengkang ke negeri jiran” di buat dan dipasang. Tudingan itu bukan tanpa sebab, sebab beberapa karyawan mengaku telah mendapat SMS dari nomer yang tidak dikenal mengenai tawaran pekerjaan tersebut. “Saya ditawarin langsung lewat SMS yang meminta bertemu di sebuah hotel untuk membicarakan gaji tanpa test. Namun saya tolak karena masih punya nasionalisme,” kata Joseph.

Senada diungkapkan pula oleh Edy Supana yang berada di divisi kapal niaga. Ia mengatakan telah mendapat tawaran dengan gaji sebesar 5.500 ringgit per bulan jika mau bekerja di negeri Jiran. Beberapa teman-teman Edy sebanyak 4 orang bahkan telah terbujuk dan menerima tawaran itu. Namun, Edy mengaku bahwa sampai saat ini masih belum mau meninggalkan PT PAL karena masih ingin perusahaan strategis itu terus maju di kemudian hari.

Perasaan cinta tanah air ternyata telah membuat mereka menolak untuk menerima tawaran kerja di negeri tetangga tersebut. Namun bukan tidak mungkin karena urusan perut, mereka akhirnya juga akan tergiur untuk melompat bekerja untuk perusahaan di negara lain. “Terus terang kita kecewa dengan pemerintah karena sampai saat ini komitmen untuk membantu baru sebatas komitmen tanpa realisasi,” kata Kartiko yang ahli dalam sistem elektronik dan kendali senjata termasuk rudal tersebut.

Dengan kondisi ini, pemerintah sepertinya tidak bisa memanfaatkan sumber daya manusia (SDM) dengan tingkat kemampuan dan keahlian tinggi seperti pekerja-pekerja PT PAL. Training dan sekolah yang mereka jalani beberapa tahun lalu di negeri tetangga seperti Jepang, Belanda dan Jerman tidak pernah digunakan dengan maksimal dengan buruknya pengelolaan SDM. Pengelolaan SDM yang buruk dianggap menjadi poin pokok mengapa PT PAL tidak efisien.

Kartiko mengatakan bahwa saat ini PT PAL sebenarnya masih kekurangan tenaga pelaksana tapi sangat gemuk ditenaga administrasi perkantoran. Komposisi antara pekerja lapangan atau divisi produksi yang hanya 4 bidang dengan jumlah 40% dari total karyawan dengan divisi pendukung yang memiliki 8 divisi atau 60% dari total karyawan dianggap menjadi masalah pokok. “Banyak tenaga ahli yang ditarik menjadi staf kantor sehingga kehilangan kemampuannya. Kita sudah meminta kepada manajemen untuk restrukturisasi dengan melakukan re-training kepada mereka untuk menjadi tenaga produksi lagi,” katanya.

Serikat pekerja juga menuding bahwa selama ini ada kesalahan strategi manajemen dalam pengelolaan SDM. Manajemen saat ini lebih mengutamakan untuk menggunakan sub kontraktor untuk pengerjaan proyek dibanding memanfaatkan secara maksimal tenaga organic yang dia punyai. Pekerjaan sub kontraktor, menurut Kartiko, tidak maksimal sehingga seringkali hasil pekerjaannya di rombak kembali oleh teman-temannya.

Saat ini komposisi karyawan PT PAL sebanyak 2.400-an karyawan tetap, 5.000 pekerja kontrak dan 2.000 pekerja sub kontraktor. “Kita mau tahu seberapa besar keseriusan pemerintah untuk menyelamatkan asset bangsa yang penting ini. Kita benar-benar membutuhkan pertolongan pemerintah,” kata Sekertaris Umum Serikat Pekerja PT PAL Indonesia Sutrisno.

Pinjaman yang diajukan oleh PT PAL tersebut bukan untuk membiayai proyek, melainkan untuk membayar overhead berupa gaji karyawan. Pinjaman lain di luar pemerintah akan susah dicari karena pinjaman itu bukan untuk membayar proyek melainkan untuk membayar gaji. Sampai kemarin, dana yang dijanjikan pemerintah melalui PT PPA sebesar US$ 40,2 juta. “Yang terjadi di PT Dirgantara Indonesia (PT DI) jangan sampai terjadi di PT PAL,” papar Sutrisno.

Direktur Utama PT PAL Indonesia Harsusanto mengatakan bahwa dalam 10 tahun terakhir penjualan PT PAL hanya sekitar Rp 1-1,1 triliun dan dalam tiga tahun terakhir pula PT PAL mengalami kerugian. Pada 2006 rugi Rp 119 milliar, 2007 rugi Rp 443 milliar dan 2008 sebesar Rp 47,6 milliar. Sedangkan overhead perusahaan dalam 10 tahun terakhir rata-rata diangka Rp 220 milliar. “Dalam 10 tahun bleeding karena margin dari penjualan hanya 14,77% sehingga menyebabkan kesulitan likuiditas,” katanya.

Menurut Harsusanto, untuk mencapai BEP maka penjualan PT PAL harus diatas Rp 2,2 triliun per tahun. Tekanan ke PT PAL semakin serius dengan tersendatnya pengerjaan beberapa proyek pembangunan 22 kapal yang telah terkontrak. Keterlambatan mencapai 4-5 bulan, namun akhirnya pada 2008 PT Pal berhasil menyelesaikan 4 kontak, sedang 18 kapal lain sepertinya masih akan susah dilaksanakan.Walaupun ia mengaku telah melakukan renegosiasi ulang 10 kontrak pembangunan kapal.

“Kita nggak minta secara cuma-cuma, tapi pinjaman ke pemerintah dengan jangka waktu pembayaran 4-5 tahun. Kalau bukan ke pemerintah sebagai pemegang saham, ke siapa lagi,” katanya. Untuk mempertahankan keberadaan PT PAL, ada dua opsi yaitu menaikan sales dan menurunkan overhead. Karena peningkatan penjualan tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek, maka satu-satunya jalan yang bisa dilakukan dalam jangka pendek adalah rasionalisasi karyawan. “Seyognyanya jumlah karyawan PT PAL hanya 1.500 orang,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×