Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemilu 2019 berpeluang besar hanya akan diikuti oleh dua bakal calon presiden.
Dari sejumlah survei, petarungnya kemungkinan tak jauh berbeda dari Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 yaitu petahana Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Survei Poltracking yang dilakukan medio 27 Januari-3 Februari 2018 memperkuat kemungkinan itu.
Berdasarkan survei Poltracking, hanya Jokowi dan Prabowo yang punya elektabilitas dua digit. Hasil ini didapatkan dari empat kali simulasi tiga nama bakal capres.
Elektabilitas Jokowi paling tinggi dalam simulasi tiga nama capres yaitu mencapai 57,9% saat dihadapkan dengan Prabowo (31,5%), dan mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (2,3%).
Sementara itu, Prabowo menjadi kandidat penantang Jokowi dengan elektabilitas tertinggi dalam simulasi tiga nama capres, dengan angka 32,6%. Saat disimulasi dengan Jokowi dan Agus Harimurti Yudhoyono, Jokowi masih tertinggi (57,8%), sementara Agus Harimurti Yudhoyono 1,7%.
Dua skenario
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda memprediksi ada dua skenario yang paling memungkinkan di Pemilu 2019. Penentunya adalah Partai Demokrat.
Alasannya, menurut dia, saat ini Demokrat konsisten berada di tengah-tengah kedua capres sehingga manuvernya menjadi penentu.
Skenario pertama, Jokowi dan Prabowo kembali berhadapan. Namun, pada skenario pertama ini, Partai Demokrat yang dikomandani SBY bisa berkoalisi dengan poros yang dibentuk Jokowi, yang kemungkinan terdiri dari partai-partai yang kini tergabung dalam koalisi pemerintahan.
Partai-partai itu adalah PDI-P, Golkar, PKB, PPP, Hanura, Nasdem, dan PAN.
Namun, kata Hanta, bisa saja nantinya koalisi pendukung Jokowi tak didukung PAN dan PKB yang kemungkinannya terbuka untuk bergabung ke koalisi Prabowo bersama PKS.
Sementara itu, pada skenario kedua, Demokrat akan merapat ke koalisi Gerindra dan PKS untuk mengusung Prabowo bertarung melawan Jokowi.
"Arah Demokrat itu sekarang, sudah mulai realistis. Nanti akan ada dua poros, dengan tiga poros masih mungkin tapi sulit. PAN dan PKB, salah satu akan bergabung ke Jokowi, saya yakin sekali, tetapi (tiga poris) ada kemungkinan," kata Hanta, di Jakarta, MInggu (18/2).
Ia mengatakan, prediksi pembentukan dua poros tersebut juga dapat dilihat melalui perolehan kursi partai-partai yang ada di DPR saat ini.
Jika dilihat lebih jauh, jumlah kursi Gerindra dan PKS sebesar 20,18% sudah cukup mencapai presidential threshold sebesar 20%.
Sementara itu, jumlah kursi empat partai (Golkar, PPP, Nasdem, dan Hanura) yang sudah resmi mendeklarasikan pencapresan Jokowi mencapai 32,32%.
Jika ditambah PDI-P, maka jumlahnya mencapai 51,78%. Angka itu jauh melampaui besaran presidential threshold.
Oleh karena itu, menurut Hanta, sulit bagi Demokrat untuk membentuk poros baru menandingi Jokowi dan Prabowo.
Apalagi, Hanta menilai, manuver PAN dan PKB yang belum jelas hampir pasti akan bergabung ke poros Jokowi atau Prabowo.
Selain itu, ingatan publik atas dua sosok petarung 2014 yakni Jokowi dan Prabowo belum bisa digantikan.
Hanta mengatakan, hal itu terlihat dari hasil tracking survei sepanjang setahun ini yang dilakukan hampir semua lembaga survei.
Ia memastikan dari survei-survei tersebut, termasuk lembaganya, belum ada capres yang elektabilitasnya mencapai dua digit seperti Jokowi dan Prabowo.
"Realitasnya menunjukkan eletabilitas kita ukur, hanya nama itu (Jokowi dan Prabowo) yang muncul," kata Hanta.
"Artinya 90% memilih di antara kedua orang itu, ketika Prabwo keluar, Jokowi nanti akan naik dan undecided-nya menjadi melambung juga, jadi terkonfirmasi dua tokoh itu masih kuat," papar Hanta.
Langkah realistis
Dengan peta politik yang ada, Hanta menilai, langkah yang paling realistis bagi semua partai, termasuk Demokrat, menawarkan sosok terbaik di partainya sebagai cawapres Jokowi atau Prabowo.
"Sulit bagi SBY untuk membuat poros sendiri," lanjut Hanta.
Berdasarkan survei Poltracking, Agus menjadi kandidat cawapres terkuat.
Jika dipasangkan dengan Presiden Jokowi, rata-rata elektabilitas Agus mencapai 13,9 persen. Sementara, jika dipasangkan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, elektabilitas Agus mencapai 15,85%.
Di posisi kedua, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi kadidat cawapres terkuat kedua setelah Agus.
Jika dipasangkan dengan Jokowi, rata-rata elektabilitas Anies mencapai 10,37%.
Sedangkan jika dipasangkan dengan Prabowo, elektabilitas Anies sebagai cawapres mencapai 15,25%.
"Jadi bagi Demokrat menawarkan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) sebagai cawapres, itu kalkulasi yang paling relistis," kata Hanta lagi.
Saat ditanya ke mana Demokrat akan berkoalisi, Hanta mengatakan, kemungkinan ke poros Jokowi karena incumbent dianggap memiliki peluang menang lebih besar ketimbang Prabowo.
"Mereka (Demokrat) ke Jokowi atau Prabowo? Kalau saya melihat analisis saya prioritas pertama adalah ke Jokowi karena incumbent, kemudian Prabowo, menawarkan AHY sebagai cawapres, itu kalkulasi yang paling relistis," lanjut dia.
Hal ini juga dibenarkan oleh Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Roy Suryo. Ia mengatakan, kecil kemungkinan partainya akan membuat poros baru di luar Jokowi dan Prabowo.
Namun saat ditanya kemana Demokrat akan merapat, Roy belum bisa menjawab.
"Belum kami tentukan dan masih terus didiskusikan," papar Roy.
Survei Poltracking dilakukan pada 27 Januari-3 Februari dengan melibatkan 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.
Survei menggunakan metode stratified multistage random sampling dengan margin of error sebesar 2,8% dan tingkat kepercayaan 95%. (Rakhmat Nur Hakim)
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com, berjudul: Panggung 2019 Diprediksi Kembali Menjadi Milik Jokowi dan Pabowo
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News