kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Oposisi solid, pelaku pasar was-was


Kamis, 09 Oktober 2014 / 06:00 WIB
Oposisi solid, pelaku pasar was-was
ILUSTRASI. Cara merawat tanaman hias selama cuaca panas ekstrem.


Reporter: Agus Triyono, Asep Munazat Zatnika, Dikky Setiawan, Dina Mirayanti Hutauruk, Fahriyadi, Umar Idris, Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Peta politik nasional mulai menimbulkan kecemasan banyak pihak. Kemenangan partai-partai oposisi yang tergabung dalam koalisi Merah Putih di jabatan kunci parlemen yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat (MRR) serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) langsung ditanggapi negatif oleh pasar finansial.

Pasar saham misalnya, langsung terkoreksi sebesar 1,48% ke 4.958,52. Saat bersamaan, kurs tengah BI menunjukkan koreksi rupiah yang juga tajam yakni 0,24% menjadi Rp 12.241 per dollar AS. Dana-dana asing mulai angkat kaki. Mereka wait and see, menunggu aksi kongkret Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dalam menghadapi tantangam pasca pelantikan, 20 Oktober.

Gara-gara kisruh politik pula, beberapa perusahaan yang sedianya akan melantai di bursa urung melaksanakan hajatannya. Salah satunya: PT Karisma Aksara Mediatama, pemilik toko buku Kharisma. Kecemasan bahkan juga merambat ke pengusaha lokal.

Shinta Widjaja Kamdani, Ketua Apindo bilang, pengusaha takut kisruh politik ini akan berkepanjangan. Jika ini terjadi, pengusaha akan kena imbasnya. "Calon investor juga menunggu masa colling down dua kubu," ujar dia. Dampaknya, investor akan menunda investasi lantaran tak ada jaminan ke amanan atas investasi mereka.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Poltak Sitanggang bilang, gejolak politik juga mengancam investasi di pertambangan. "Situasi gaduh memicu ketidakpercayaan investor," ujarnya. Kegelisahan juga terjadi di pebisnis alat berat dan konstruksi. Mereka khawatir program infrastruktur Jokowi-JK terhambat saat berhadapan parlemen. Jika ini terjadi, banyak proyek infrastruktur terbengkalai.

"Ini berpengaruh ke usaha kami," ujar Sjahrial Ong, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pemilik Alat berat dan Konstruksi Seluruh Indonesia. Makanya, Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) yang juga Presiden Direktur Blue Bird Group Bayu Priawan Djokosoetono minta agar parlemen dan pemerintahan baru menjaga iklim politik agar tak mengganggu kepercayaan pasar.

"Saya harap ada solusi, memperluas koalisi atau mengambil langkah lain," kata Bayu.

Adapun Fraciscus Welirang, Direktur Salim Group minta masyarakat menyikapi kisruh politik dewasa agar dunia usaha tak kena imbas. Merebaknya kecemasan ini jelas menjadi beban pemerintah baru. Mereka harus segera mengambil langkah nyata untuk mengembalikan kepercayaan. Apalagi, banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah baru yang berhubungan dengan parlemen. Dari rencana menaikkan harga BBM subsidi, revisi anggaran serta sejumlah janji program yang harus diwujudkan pemerintah baru.

Presiden terpilih Jokowi juga mengaku tak happy dengan situasi saat ini. Pasalnya, jika kegaduhan politik terus terjadi, perekonomian nasional bisa terguncang. "Saya pesan: agar mereka (DPR) menjaga tingkah laku. Setiap tingkah laku, kebijakan yang dibuat dilihat rakyat," ujar Jokowi di JIE, Rabu (8/10).

Kata Jokowi, lebih baik, para politisi di parlemen melihat keinginan rakyat. Jokowi optimis, program-programnya masih akan jalan. Apalagi, banyak program bersentuhan dengan kepentingan rakyat. Ia yakin dukungan rakyat akan tetap mengalir.

Arief Budimanta, ekonom Megawati Institute bilang, kekalahan kubu Jokowi dalam perebutan kursi pimpinan MPR dan DPR berdampak negatif terhadap pasar. Namun, ia menilai pelemahan rupiah dan IHSG lebih banyak disebabkan faktor global ketimbang situasi politik tanah air.  Agus T, Fahriyadi, Dikky S, Umar I, Asep M, Veri N, Dina H riyono Penuli

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×