kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OECD: Krisis corona lebih parah karena permintaan dan penawaran anjlok bersamaan


Senin, 05 Oktober 2020 / 17:53 WIB
OECD: Krisis corona lebih parah karena permintaan dan penawaran anjlok bersamaan


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi corona (Covid-19) telah menimbulkan berbagai dampak penurunan pada perekonomian negara secara global. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi harus terkoreksi dalam karena anggaran dialokasikan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat hingga pengusaha agar tetap bertahan di tengah situasi sulit saat ini.

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam laporan terbarunya Senin (5/10), menyebutkan, sampai saat ini berbagai negara telah berupaya menangani penyebaran Covid-19. Beberapa upaya dilakukan seperti penghentian aktivitas ekonomi domestik maupun non domestik hingga memberlakukan lockdown yang ketat.

Namun, menurut OECD, Indonesia dan Filipina tergolong sebagai negara yang belum tegas dalam memberlakukan lockdown. Sebab, jumlah kasus baru corona masih tinggi di Indonesia.

Baca Juga: Bank Dunia pesimistis, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi minus 2% di 2020

Menurut OECD, ada beberapa langkah yang masih terus dikembangkan terkait keberhasilan setiap negara dalam bertempur melawan wabah corona. Selain pembiayaan di sektor kesehatan juga perlu tindakan tegas serta konsisten dari pemerintah.

OECD juga menyebutkan, ada perbedaan krisis pandemi Covid-19 saat ini dibandingkan dengan krisis ekonomi lainnya. Yakni, terdapat guncangan pada penawaran dan permintaan secara bersamaan yang berpengaruh terhadap lingkup domestik, regional, dan global. Sehingga, aktivitas ekonomi saat ini harus menurun lebih tajam dibandingkan dalam beberapa dekade.

Tak hanya itu, banyak kegiatan ekonomi yang terdampak Covid-19. Yang paling terpukul diantaranya sektor jasa dari manufaktur, sementara sektor pertanian relatif tetap tangguh. Kebijakan lockdown di beberapa negara juga telah menyusutkan permintaan, menyebabkan karyawan kehilangan pekerjaan terutama yang bekerja di bidang transportasi, makanan dan akomodasi, konstruksi dan lainnya.

“Di negara-negara lain seperti Kamboja, beberapa pekerja kehilangan pekerjaan di bidang jasa dan manufaktur beralih mencari perlindungan di sektor pertanian yang tidak terlalu terpengaruh,” sebut OECD dalam laporannya.

Selanjutnya: Ini alasan Bank Dunia revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×