kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meski kondisi makro baik, laju sektor riil lambat


Rabu, 26 Juli 2017 / 20:47 WIB
Meski kondisi makro baik, laju sektor riil lambat


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Johana K.

JAKARTA. Makro ekonomi Indonesia menunjukkan kondisi yang cukup stabil selama semester I 2017. Sayangnya, kondisi tersebut tidak sejalan dengan sektor riil yang justru melambat.

Ada sejumlah faktor yang menunjukkan hal tersebut. Misalnya, penjualan mobil di semester I 2017 stagnan. Bahkan, penjualan motor turun drastis. Pertumbuhan belanja lebaran yang menurun hingga pertumbuhan kredit yang melambat.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, kondisi anomali tersebut semata-mata terjadi karena pelemahan daya beli masyarakat. Khususnya, masyarakat kelas menengah dan kelas bawah.

Lana menyebut, terdapat pergeseran pola konsumsi masyarakat di tahun ini. Yakni, dari yang berbelanja untuk keperluan sehari-hari dan stok beberapa waktu mendatang, menjadi hanya untuk keperluan sehari-hari saja.

Hal tersebut lanjut Lana, terindikasi dari hasil survei AC Nielsen. Survei tersebut menunjukkan bahwa penjualan Hypermart di kuartal I 2017 mencatat kontraksi secara year on year (YoY).

Sementara penjualan minimarket kuartal I2017 (YoY) justru mencatat pertumbuhan positif, meski lebih rendah dari pertumbuhan kuartal I 2016 YoY. "Mereka menjadi lebih selektif, beli apa yang mereka butuh. Meski ada diskon, hanya untuk kebutuhan saat itu saja. Berbeda ketika mereka memiliki daya beli yang lumayan kuat, mereka akan stok mumpung diskon," kata Lana saat dihubungi KONTAN, Rabu (26/7).

Menurut Lana, hal tersebut merembet pada kelesuan di sektor riil. Akibatnya, perusahaan mengurangi produksinya.

Lana juga mengatakan, kondisi anomali tersebut tidak berhubungan dengan kurs rupiah. Mengingat kurs rupiah saat ini cenderung stabil. Menurutnya, kalaupun Bank Indonesia (BI) melonggarkan kebijakan rupiah, hal itu belum tentu meningkatkan kinerja impor lantaran perusahaan akan sangat tergantung pada permintaan.

Oleh karena itu, "Pada kuartal II ekonomi kehilangan momentum. Padahal ini yang terbaik," tambah dia.

Lana melihat, masih ada harapan perbaikan ekonomi di kuartal III dan IV nanti. Terutama, dari konsumsi pemerintah. Meski demikian, ia juga masih melihat adanya risiko, yaitu dari penerimaan pajak.

Sebab, berdasarkan historisnya, realisasi penerimaan pemerintah rata-rata setiap tahunnya mencapai 82%-83% dari target. Sementara, realisasi belanja negara rata-rata setiap tahunnya mencapai 90% dari target. "Ada penahanan belanja pemerintah. Jika konsumsi pemerintah juga tidak baik maka akan merembet lagi ke sektor riil," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×