kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menkeu: Tak ada pengurangan pajak pertambangan


Rabu, 04 Oktober 2017 / 17:12 WIB
Menkeu: Tak ada pengurangan pajak pertambangan


Reporter: Adinda Ade Mustami, Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral masih terus memantik perhatian publik. Tak hanya perusahaan pertambangan mineral, perusahaan pertambangan batubara menuntut keringanan pajak seperti yang diperoleh oleh perusahaan tambang mineral jika berubah status dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Hanya harapan ini nampaknya bakal sulit. Pasalnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan bahwa RPP tersebut hanya terkait dengan peralihan status perusahaan pertambangan yang berubah status KK menjadi IUPK.  "Jadi tidak ada reduction (pengurangan) tarif pajak perusahaan pertambangan. Ada di pasal 169," ujar Ani, panggilan karib Menteri Keuangan di Gedung DPR, kemarin (4/10). 

Dalam RPP tersebut, kata Menkeu, pemerintah mengatur kewajiban penerimaan negara sesuai amanat pasal 169 Undang-Undang NO 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. Dalam pasal itu, Kementerian Keuangan wajib membuat kerangka penerimaan negara yang  harus lebih baik atas peralihan status kuasa pertambangan dari KK menjadi IUPK.  Beleid itu juga mengamanatkan penerimaan negara yang lebih besar.

"Bila perubahan dari KK ke IUPK bagi perusahaan manapun, UU Minerba mengamanatkan pemerintah harus mendapat bagian penerimaan yang lebih besar," ujar Menkeu. Penerimaan negara, kata Menkeu, bisa berupa pajak seperti pajak penghasilan (PPh), pajak pertambangan nilai atau PPN, pajak daerah serta non pajak seperti royalti. 

Jika menelisik lebih dalam RPP itu, aturan ini merujuk ke rencana perubahan status PT Freeport Indonesia dari pemegang KK menjadi IUPK. Alhasil, Freeport harus menyesuaikan aturan perpajakannya sesuai dengan RPP ini kelak. Sayangnya, Menkeu masih enggan berkomentar terkait pajak PT Freeport Indonesia dengan alasan Pemerintah Indonesia dan Freeport masih dalam tahap negosiasi. 

Yang pasti, dari drat RPP yang diperoleh KONTAN, dalam pasal 14 RPP itu menyebut, PPh perusahaan IUPK hanya 25%, turun jika dibanding dengan pemegang kontrak karya yang dikenakan PPh  sebesar 35%. Namun, perusahaan IUPK harus menanggung bagian ke pemerintah pusat sebesar 4% dari keuntungan bersih. Selain itu, pemegang IUPK harus menanggung bagian ke pemerintah daerah sebesar 6% dari keuntungan bersih. 

Perinciannya: pemerintab provinsi mendapat bagian 1%, pemerintah kabupaten kota atau wilayah penghasil 2,5% dan 2,5% untuk pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi. 

Dengan perincian seperti itu, tak ada perubahan penerimaan pajak yang harus dibayarkan pemegang kontrak IUPK ketimbang KK. Alhasil, pajak yang harus dibayar oleh pemegang IUPK tetap 35%. Hanya, pembagian lebih rinci ke pemerintah pusat dan daerah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×