kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menanti ajian tolak PHK dari pemerintah


Kamis, 11 Juni 2015 / 10:00 WIB
Menanti ajian tolak PHK dari pemerintah
ILUSTRASI. Yuk simak warna apa saja yang cocok untuk cat rumah yang bisa membawa warna keberuntungan di Tahun Naga 2024!


Reporter: Andri Indradie, Merlina M. Barbara, Tedy Gumilar | Editor: Tri Adi

Lebaran Idul Fitri yang datang sebentar lagi akan terasa berbeda bagi Nurdin, 42 tahun. Untuk pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir, ia akan mudik ke kampung halamannya di Garut, Jawa Barat, dengan menyandang status pengangguran. Sebab, pada 8 Mei 2015 lalu, ia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari tempatnya bekerja.

Ayah tiga anak ini tak sendirian. Ribuan pekerja dari berbagai sektor industri juga terpaksa kehilangan pekerjaan. Sebagian ada yang dirumahkan. Yang sedikit beruntung, “cuma” jam kerjanya saja yang dikurangi. Sebagian lagi tengah deg-degan menanti suratan nasib.

Data jumlah pekerja yang di PHK berceceran di masing-masing perusahaan dan asosiasi sehingga angka persisnya tidak diketahui. Antiokus Mudjihandaya, Plt. Dirjen Pembinaan Pengawas Ketenagakerjaan dan K3 Kementerian Tenaga Kerja, mengakui, perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan pekerja yang di-PHK.

Yang pasti, kondisi ekonomi domestik memang tengah sulit. Pemerintah berkelit, hal serupa juga terjadi di banyak negara. Namun tak bisa ditampik, banyak masalah muncul akibat kebijakan pemerintah yang bermaksud baik, namun miskin manajemen risiko.


Akibat ulah sendiri
Ambil contoh, langkah pemerintah melepaskan diri dari jeratan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan ini bagus karena ruang fiskal untuk program infrastruktur lebih lebar. Masalahnya, pemerintah gagal mengantisipasi dampak harga BBM yang fluktuatif ke harga kebutuhan pokok.

Akibatnya, daya beli masyarakat tertekan. Padahal, lebih dari setengah pertumbuhan ekonomi Indonesia disumbang oleh konsumsi rumahtangga. Di sisi lain, tugas pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi lewat belanja negara juga belum berjalan maksimal.

Nahasnya, kemampuan untuk mempekerjakan kembali karyawan yang terkena PHK tidak besar. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir kurang berkualitas.

Idealnya, setiap 1% pertumbuhan ekonomi bisa menghasilkan 400.000 lapangan kerja baru. Dengan begitu, kalau pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5% akan tercipta paling tidak dua juta lapangan kerja. “Sekarang setiap 1% ekonomi tumbuh cuma bisa menyerap 150.000–180.000 tenaga kerja. Sementara angkatan kerja barunya saja ada 2,5 juta,” keluh Suryadi Sasmita, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia.

Dia menambahkan, pengusaha, terutama di industri padat modal, banyak yang jeri jorjoran berinvestasi. Ekonomi lesu dan daya saing yang lemah jadi masalah. Belum lagi soal kenyamanan dan kepastian berusaha yang masih tanda tanya. “Sekarang upah di Jawa masih murah. Tapi siapa bisa menjamin, lima tahun lagi pengusaha masih sanggup bayar kalau naiknya berlebihan,” tukas dia.

Soal ini pemerintah sudah mengantongi jurus pamungkas berupa Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan. Intinya, kata Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Kemnaker Wahyu Widodo, upah pekerja tiap tahun bakal naik namun tetap terukur dan bisa diprediksi oleh pengusaha.

Apa pun caranya, yang penting sama-sama bisa makan.    

Laporan Utama
Mingguan KOntan No. 37-XIX, 2015

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×