kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Membangun Efek Positif Presidensi G20 Bagi Pemulihan Ekonomi Nasional


Jumat, 10 Juni 2022 / 16:00 WIB
Membangun Efek Positif Presidensi G20 Bagi Pemulihan Ekonomi Nasional
ILUSTRASI. Kontan - Kominfo G20 Kilas Online


Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peran Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20 dinilai berpotensi membawa sejumlah dampak positif bagi perekonomian nasional.

Menurut Wakil Ketua Umum III Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Maritim Investasi dan Luar Negeri Shinta Kamdani, penyelenggaraan serangkaian pertemuan G20 dan B20 memberi banyak peluang stimulus bagi pergerakan ekonomi nasional, khususnya di sektor Meeting, Incentive,Convention, and Exhibition (MICE), pariwisata, serta ekonomi daerah yang tertekan oleh pagebluk Covid-19.

Kadin bersama komunitas pelaku usaha di sektor dan di daerah, maupun dengan pemerintah, telah memanfaatkan peluang-peluang ini dengan membuat berbagai  side events.

Selain mendukung priotitas-prioritas dalam presidensi Indonesia di G20, hal ini juga dilakukan sebagai showcase serta untuk menciptakan exposure yang lebih baik terhadap potensi-potensi ekonomi Indonesia baik untuk perdagangan, investasi, dan juga penjajakan ragam kerja sama strategis mulai dari kerja sama di bidang teknologi kesehatan, perdagangan karbon, kendaraan listrik, dan masih banyak lagi.

Menyoal besar-kecilnya investasi yang bisa dijajaki dari penyelenggaraan forum G20 dan B20, Shinta menilai bahwa hal tersebut bergantung pada upaya yang dilakukan Indonesia. Namun, Shinta menyebut bahwa potensinya cukup besar.

“Saya bisa katakan inbound investasi bisa kita dapatkan melalui forum B20-G20 adalah sebesar outbound FDI  (foreign direct investment) negara-negara G20. Memang realistis ya tidak semua potensi FDI itu akan masuk ke Indonesia, tapi kalau kita bisa tapping 5% atau bahkan 1% saja dari total outbound FDI tersebut, itu sudah capaian besar untuk pertumbuhan ekonomi nasional,” tutur Shinta saat dihubungi Kontan.co.id (9/6).

Saat ini, proses pemulihan ekonomi di dalam negeri tengah berjalan dengan kemajuan yang dinilai cukup baik. Head of Industry and Regional Research Bank Mandiri, Dendi Ramdani  bahkan menilai bahwa Indonesia sudah keluar dari krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Hal ini dinilai tercermin dari 2 hal, yakni mulai positifnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2021 lalu, serta tren pemulihan di sebagian besar sektor industri.

“Jadi sebetulnya tahap pemulihannya sudah on the right track, kita sebenarnya sudah keluar dari krisis ekonomi akibat Covid-19,” ujar Dendi saat dihubungi Kontan.co.id (8/6).

Simpulan Dendi akan sudah pulihnya sebagian besar sektor industri di dalam negeri ia dapat setelah menelisik data rasio perbandingan PDB sektoral per lapangan usaha di kuartal I-2022 dibandingkan dengan periode kuartal I 2020.

Datanya bersumber dari BPS dan diolah Office of Chief Economist Bank Mandiri.

Berdasarkan data ini, sebagian besar lapangan usaha memiliki rasio PDB sektoral di atas 100%.

Hal ini secara sederhana dapat dimaknai bahwa sebagian besar lapangan usaha memiliki tingkat pemulihan cepat atau di atas 100%.

Capaian tersebut misalnya dapat ditemui pada lapangan usaha bijih logam (170,9%), informasi  dan komunikasi (127,9%), kimia, farmasi, dan obat tradisional (125,3%), dan masih banyak lagi.

Selain industri dengan kategori pemulihan cepat (rasio PDB di atas 100%), terdapat pula sejumlah lapangan usaha yang masuk ke dalam kategori pemulihan sedang (rasio PDB 90%-99,9%).

Beberapa contoh lapangan usaha yang masuk ke dalam kategori ini antara lain seperti industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik (98,8%), industri pengolahan tembakau (94,5%), serta industri karet, barang karet dan plastik (90,5%).

Sementara itu, beberapa lapangan usaha yang masuk dalam kategori pemulihan lambat (rasio PDB kurang dari 90%) antara lain industri barang galian bukan logam (89%), pertambangan minyak, gas dan panas bumi (84,7%), angkutan rel (73,2%), dan angkutan udara (63,3%).

“Memang ada beberapa yang masih di bawah 100%, tapi mayoritas udah. Bahkan udah banyak lebih dari 100, bahkan 150, beberapa yang belum itu saya ingat betul itu di transportasi udara, saya ingat itu 60-an%, karena kan recoverynya masih lambat ya di sektor transportasi udara itu,” tutur Dendi.

Sejalan dengan penuturan Dendi, asosiasi pelaku usaha di sejumlah sektor mengungkapkan pemulihan kinerja industri yang positif di masing-masing sektor.

Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), misalnya.

Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto menyampaikan, angka rata-rata utilisasi produksi industri keramik sepanjang Januari-Mei 2022 yang mencapai 80%.

Angka tersebut  sudah melampaui utilisasi produksi pada era pra pandemi Covid-19 dulu, yakni tepatnya pada tahun 2015-2019 yang berkisar 60%-65%.

Menurut Edy, kenaikan produktivitas industri keramik tidak terlepas dari kebijakan harga gas US$ 6 per mmbtu yang diberlakukan oleh pemerintah. Kebijakan itu, lanjut Edy, terbukti meningkatkan daya saing industri keramik.

Dengan kemajuan pemulihan ini, langkah pelaku industri keramik untuk memasuki zona ekspansi menjadi semakin mantap. Di tahun 2021 misalnya, Asaki mencatat terdapat ekspansi kapasitas produksi sebesar 13 juta m2.

Tahun ini, rencananya akan ada agenda ekspansi susulan sebesar 35 juta m2 dengan estimasi belanja modal atau capital expenditure (capex) Rp 3 triliun.

Agenda ekspansi diperkirakan turut berperan dalam menyerap tenaga kerja,

“Diharapkan ada penyerapan tenaga kerja baru sekitar 3.000 - 4.000 orang,” tutur Edy  kepada Kontan.co.id (8/6).

Kemajuan pemulihan juga disampaikan oleh Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP). Ketua Umum AKLP, Yustinus Harsono Gunawan mengatakan, saat ini industri kaca lembaran dan pengaman bisa dibilang sudah pulih ke era pra pandemi Covid-19.

Indikatornya antara lain tercermin pada utilisasi produksi yang saat ini sudah berkisar 95%.

“(Utilisasi produksi) diperkirakan bisa mencapai rerata 95% sepanjang tahun 2022 dengan catatan tidak ada kebijakan kontra produktif terhadap sektor manufaktur, semisal tarif listrik naik,” ujar Yustinus kepada Kontan.co.id (8/6).

Pelbagai kerjasama antarpelaku usaha di negara-negara G20 dan masukan kepada pengambil keputuan ini menjadi titik harapan untuk pulih bersama pasca krisis akibat pandemi Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×