Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kondisi geopolitik semakin memanas setelah Iran-Israel saling serang, nasib investasi utamanya Penanaman Modal Asing (PMA) dikhawatirkan turun.
Ekonom dari Center of reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, ketegangan geopolitik tersebut tampaknya tidak akan mengganggu realisasi investasi yang masuk ke Indonesia, khususnya PMA.
Sebab, berkaca ke belakang, saat terjadi pandemi Covid-19 pada 2021, realisasi investasi Indonesia secara keseluruhan mampu melewati target atau mencapai Rp 901,2 triliun. Bahkan, realisasi PMA mencapai Rp 454 triliun. Realisasi tersebut naik 10% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Ini Rekomendasi Instrumen Investasi di Tengah Konflik Geopolitik Timur Tengah
Kondisi yang sama juga terjadi pada 2022 dan 2023 yang realisasi investasinya mampu melebihi target yang ditentukan. Realisasi PMA pada 2022 mencapai Rp 552,8 triliun dan naik 23,6% dari 2021. Pun pada 2023, realisasi PMA mencapai Rp 744 triliun atau naik 22,1% dari 2022.
“Bahkan untuk 2024 di Kuartal I 2024 ketika faktor politik yang dinilai bisa mempengaruhi keputusan investor itu secara argumen tidak menjadi satu-satunya faktor yang dilihat oleh investor di awal tahun ini. Jadi peluang realisasi investasi 2024 mencapai target masih terbuka lebar,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Senin (29/4).
Yusuf menyebut, dengan optimisme tersebut target investasi Rp 1.650 triliun berpeluang lebar tercapai tahun ini. menurutnya, faktor kebijakan belanja pemerintah yang ekspansif terutama di tahun ini bisa menjadi salah satu faktor pendorong realisasi.
Di samping itu, keberlanjutan dari realisasi investasi sebelumnya juga masih akan menjadi faktor pendorong realisasi investasi di tahun ini, termasuk di dalamnya realisasi investasi di sektor industri kemudian infrastruktur.
Baca Juga: Harga Emas Makin Berkilau di Tengah Ketegangan Geopolitik Timur Tengah
Meski demikian, tangan realisasi investasi tahun ini masih ada. Misalnya kondisi ekonomi global terutama negara tujuan ekspor seperti China yang diproyeksikan akan melambat imbas dari krisis properti yang terjadi tahun lalu.
Perlambatan ekspor ke China, kata Yusuf, akan mempengaruhi investasi yang berkaitan dengan negara tersebut termasuk misalnya realisasi investasi di subsektor industri logam dasar.
“Ada potensi realisasi investasi di sektor tersebut akan melandai hanya dari faktor China jika permintaan dari Negara tirai bambu tersebut mengalami penurunan,” ungkapnya.
Namum perbaikan perekonomian Eropa dan Amerika Serikat diharapkan bisa menjadi pembuka kinerja subsektor industri manufaktur lain yang bisa ikut menggerek realisasi investasi pada subsektor seperti tekstil dan produk turunannya.
Baca Juga: Simak Kinerja Emiten CPO di tengah Gejolak Tensi Geopolitik Timur Tengah
Tantangan lain yang juga akan menghambat proses realisasi investasi adalah era suku bunga global dan domestik yang tinggi saat ini. Hal ini akan mempengaruhi ongkos biaya investasi yang semakin mahal, dan membuat investor berpikir ulang untuk menyuntikkan modalnya.
“Namun kondisi dari suku bunga ini sangat tidak rigid, artinya bisa berubah sewaktu-waktu harapannya jika inflasi bisa ditekan. Maka suku bunga bisa berpeluang untuk turun tidaknya 25 basis poin, dan bisa menjadi pembuka pelaku usaha dan industri mendorong realisasi investasinya,” kata Yusuf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News