Reporter: Hans Henricus | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhyono meminta pandangan lembaga tinggi negara terkait payung hukum dalam mengatasi kekosongan tiga kursi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini, Presiden meminta pandangan hukum Mahkamah Agung (MA).
Ketua MA Harifin Tumpa mengatakan, presiden seharusnya segera mengambil tindakan atas lembaga tersebut. "Sebaiknya sambil menunggu, ada tindakan yang segera dilakukan tentu dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)," ujarnya seusai bertemu Presiden di Istana Negara, Kamis (17/9).
Meski begitu, Harifin menekankan, Presiden-lah yang menentukan bentuk payung hukum itu setelah konsultasi dengan ketua MA, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Saya hanya memberikan pandangan hukum, dalam situasi seperti apa presiden bisa mengeluarkan Perppu," imbuhnya.
Harifin menjelaskan, penerbitan Perppu berdasarkan pada situasi genting yang memaksa. Cuma, kegentingan yang memaksa jangan hanya dilihat secara fisik, melainkan dari sisi kegunaan. Misalnya, pemberantasan korupsi yang menjadi target yang mesti ditingkatkan.
Harifin memaparkan, jika terbit, maka beleid itu akan berlaku hingga masa sidang DPR periode 2009-2014 berlaku. Setelah itu, diajukan ke DPR untuk mendapat persetujuan.
Jika diterima, maka Perppu akan beralih menjadi undang-undang untuk menggantikan UU no. 30 tahun 2002 tentang KPK. Jika tidak, maka Presiden harus mencabut Perppu dan UU KPK yang berlaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News