kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lembaga mantan presiden harus punya efek luas


Minggu, 13 Agustus 2017 / 22:35 WIB
Lembaga mantan presiden harus punya efek luas


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID. Mendirikan lembaga pengkajian atau institut di berbagai sektor kini tengah lagi tren di kalangan mantan Presiden Indonesia. Terhitung, ada empat mantan presiden yang mendirikan lembaga dengan berbagai fokus kajian.

Empat mantan presiden tersebut antara lain B.J Habibie yang mendirikan Habibie Center di tahun 1998, kemudian Abdurrachman Wahid (Gus Dur) lewat Wahid Foundation di tahun 2004 dan Megawati membuat Megawati Institute di tahun 2009. Terakhir, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) baru saja meluncurkan The Yudhoyono Institute pada bulan Agustus ini.

Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk berpendapat fenomena semacam itu lumrah dilakukan para mantan presiden. Lembaga yang didirikan tersebut merupakan bentuk loyalitas pengabdian diri bagi negara.

"Biasa saja, tidak hanya di Indonesia. Di Amerika, para mantan presidennya juga begitu. Seperti Jimmy Carter membuat peace centre," kata Hamdi kepada KONTAN, Minggu (13/8).

Sebab secara psikologis, tokoh yang sudah lengser dari kekuasaannya, jejak dan kiprahnya secara otomatis ingin selalu diingat oleh masyarakat.

"Jadi begini, kalau seseorang itu sudah lengser dari jabatannya, maka dia sudah menjadi negarawan. Nah, supaya jejak pikiran dan kiprahnya bisa selalu diingat masyarakat, maka dia mendirikan lembaga kajian," jelas Hamdi.

Ia pun mengatakan, lembaga bentukan para mantan presiden ini biasanya bergerak di berbagai sektor, antara lain pendidikan, kajian, sosial, pemberdayaan masyarakat, kebudayaan, dan sebagainya. "Jadi mereka bentuk semacam LSM yang ideologinya sesuai saat ia menjabat," kata Hamdi.

Hamdi mengatakan, berbagai lembaga tersebut bisa dikatakan efektif dan berhasil apabila punya dampak yang lebih luas. Jika sebelumnya, si pendiri lembaga berkontribusi terhadap negara karena kepentingan partai, maka lembaga tersebut tingkatan kepentingannya harus lebih luas, yaitu murni untuk masyarakat.

"Efektif atau tidak bisa dilihat dari kiprahnya. Kalau lembaga itu lagi-lagi kembali hanya untuk kepentingan partai, maka saya rasa tidak akan efektif dan bertahan lama. Contohnya seperti peace centre yang didirikan Carter, kontribusinya sudah mendunia," pungkas Hamdi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×