Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Penutupan dan pelarangan penempatan asisten rumah tangga di kawasan Timur Tengah tetap berlaku dan masih terus berlanjut. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk lebih mendorong tenaga kerja profesional.
Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menegaskan, kebijakan pelarangan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sektor nonformal itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Kebijakan pelarangan penempatan TKI informal di Timur Tengah ini sudah berjalan satu tahun.
Hanif berharap, TKI akan bertransformasi ke arah yang lebih baik yakni menjadi Tenaga Profesional Indonesia (TPI) untuk mengisi kebutuhan pasar tenaga kerja di dalam maupun di luar negeri. "Ke depan, semua basisnya adalah keterampilan atau skill, yakni kompetensi dan karakter," kata Hanif, Senin (23/5).
Saat ini, Menaker tengah melakukan kunjungan ke negara-negara di Timur Tengah dengan agenda penanganan masalah TKI, investasi pelatihan kerja di Indonesia serta koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dalam rangka pencegahan TKI ilegal.
Dirjen Binapentasker Kementerian Ketenagakerjaan Hery Sudarmanto mengatakan, kebijakan penutupan dan pelarangan penempatan TKI domestik atau sektor rumah tangga ke Timur Tengah tidak ada perubahan. "Timur Tengah tetap tutup dan terlarang," kata Hery.
Sekadar catatan, pelarangan penempatan TKI pada pengguna perseorangan ini berlaku untuk seluruh negara-negara Timur Tengah yaitu, Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, UEA, Yaman, dan Yordania.
Dengan adanya penghentian TKI domestic worker itu maka seluruh pengiriman dan penempatan TKI PRT ke 21 negara Timur Tengah tersebut masuk kategori tindak pidana human trafficking atau perdagangan manusia.
Perlindungan bagi TKI di sektor domestik terutama di negara-negara Timur Tengah dinilai masih sangat kurang apalagi ditambah dengan budaya setempat yang semakin mempersulit tindakan perlindungan tersebut. Masih berlakunya sistem kafalah menyebabkan posisi tawar TKI lemah dihadapan majikan.
Selain itu standar gaji yang diberikan, juga relatif rendah yaitu berkisar Rp 2,7 juta per bulan-Rp 3 juta per bulan. Hal ini tidak sebanding dengan resiko meninggalkan negara dan keluarga untuk bekerja di luar negeri.
Satu tahun berjalan, larangan pengiriman TKI in formal ke Timteng tetap berlanjut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News