Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Terdakwa kasus suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Muhammad Nazaruddin, menyampaikan keluhannya kepada majelis hakim. Dalam keluhannya, mantan bendahara umum Partai Demokrat tersebut menyebut sejumlah saksi telah memberikan keterangan palsu.
Adapun saksi yang dimaksud diantaranya, Yulianis, Budi Witarsa, dan Oktarina Furi. "Mereka telah memberikan keterangan yang tidak benar," kata Nazaruddin.
Menurut Nazaruddin, para saksi tersebut telah mengarang cerita dengan mengatakan dirinya sebagai pemilik Group Permai. Padahal, menurut versi mantan politikus partai Demokrat tersebut, sejak tahun 2009 dirinya sudah bukan lagi pemilik perusahaan kontraktor tersebut.
Kesaksian lainnya yang disangkal Nazaruddin adalah soal dana dari PT Duta Graha Indonesia Tbk (DGIK) yang di bawa ke Bandung. Menurut Nazar ada yang ditutup-tutupi oleh Yulianis soal dana yang mengalir ke Kongres Partai Demokrat tersebut.
"Uang tersebut dibawa ke Bandung untuk dibagi-bagi kepada ketua DPC (Dewan Pimpinan Cabang) yang datang," ujar Nazaruddin. Adapun alasan diberikannya uang tersebut, untuk memenangkan Anas Urbaningrum sebagai ketua umum Partai berlambang bintang tiga itu.
Oleh karena itu, maka kuasa hukum Nazaruddin, Elza Syarief meminta kepada majelis hakim agar menyatakan keterangan ketiga saksi tersebut palsu. Selain itu, Elza juga meminta majelis hakim menghadirkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memriksa para saksi tersebut. "Kalau tidak dikabulkan kami minta keterangan para saksi dikonfrontir," ujar Elza.
Namun hakim ketua, Dharmawati Ningsih menolak seluruh permintaan kubu Nazaruddin tersebut. Dharmawati beralasan penilaian itu merupakan hak kuasa hukum, namun hanya boleh diungkapkan pada saatnya. "Biar nanti hal tersebut menjadi bahan pertimbangan majelis dalam memutus perkara ini," kata Dharmawati.
Sementara itu pada persidangan yang berlangsung pada hari Rabu (8/2), di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ini menghadirkan empat orang saksi. Saksi tersebut diantaranya dua pegawai Permai Grup, Saiful Fahmi dan Saiful Bisri, serta dua orang dari pihak Bank Central Asia cabang Bidakara, Yuli Adam Bidakara, serta Kepala Cabang Bank Mega Cabang jalan Hasnuddin.
Dalam kesaksiannya, Saiful Bahri mengaku sempat disuruh oleh Oktarina Furi untuk memberikan dua buah paket berisi uang. Uang tersebut kemudian diserahkan bersama supir perusahaan bernama Luthfie kepada supir Nazaruddin bernama Aam.
"Uang tersebut saya serahkan di basement bawah gedung DPR," ujar Bahri.
Berbeda halnya dengan Bahri, Fahmi pegawai Group Permai yang lain mengaku sempat diminta untuk mencairkan dua buah cek. Cek tersebut dicairkan dalam dua kali.
Nilai cek yang dicairkan Fahmi masing-masing sebesar Rp 1,7 miliar dan Rp 1,67 miliar. Dana itu diduga merupakan uang yang diserahkan kepada Nazaruddin. Adapun Fahmi mencairkan kedua cek tersebut di Bank BCA cabang Jakarta, dilakukan sekitar bulan Desember tahun 2010.
Dalam kasus ini, Nazar telah didakwa menerima 5 lembar cek senilai Rp 4,67 miliar. Menurut jaksa sebagai penyelenggara negara ia telah menerima imbalan dengan mengupayakan PT DGI Tbk menjadi pemenang dalam mendapatkan proyek wisma atlet di Jakabaring Palembang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News