kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KPPU gagal membuktikan kartel tarif tiket pesawat, ini penyebabnya


Selasa, 23 Juni 2020 / 21:32 WIB
KPPU gagal membuktikan kartel tarif tiket pesawat, ini penyebabnya
ILUSTRASI. Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) antre menaiki pesawat Garuda yang disewa khusus di Bandar Udara Internasional Velana, Maldives, Jumat (24/4/2020). KBRI Colombo merepatriasi 335 Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Sri Lanka dan Maladewa ke Indonesia


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Fahriyadi .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menetapkan tujuh maskapai nasional melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pelanggaran ini terkait penetapan harga tiket pesawat tahun 2018-2019.

Adapun ketujuh maskapai tersebut antara lain Garuda Indonesia (terlapor 1), Citilink Indonesia (terlapor 2), Sriwijaya Air (terlapor 3), Nam Air (terlapor 4), Batik Air (terlapor 5), Lion Air (terlapor 6) dan Wings Air (terlapor 7).

Meski dinyatakan bersalah, tapi KPPU gagal menemukan bukti bahwa maskapai tersebut melakukan kartel.

Kurnia Toha, Ketua KPPU yang juga Ketua Majelis Komisi dalam perkara ini menyatakan, para maskapai yang menjadi terlapor dalam perkara ini hanya melanggar ketentuan soal penetapan harga tiket pesawat, sedangkan dugaan kartel tidak terbukti.

"Menyatakan bahwa terlapor 1, terlapor 2, terlapor 3, terlapor 4, terlapor 5, terlapor 6, dan terlapor 7 tidak terbukti melanggar pasal 11 UU nomor 5 tahun 1999," ujar Kurnia dalam pembacaan putusan di Kantor KPPU, Selasa (23/6).

Adapun pasal 11 dalam UU 5/1999 mengatur tentang dugaan kartel atau perjanjian antar pelaku usaha yang menyebabkan terjadinya monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

Padahal, dugaan kartel harga tiket pesawat ini sudah santer diberitakan dan diungkapkan KPPU dalam beberapa kesempatan.

Bahkan, kasus yang terdaftar dengan nomor 15/KPPU-I/2019 ini bisa masuk ke persidangan wasit persaingan usaha itu karena adanya dugaan kartel.

Tuduhan kartel ini kandas karena adanya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB) Penumpang Pelayanan Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang tak pernah direvisi.

Beleid ini dianggap menjadi pedoman bagi para maskapai untuk mengerek harga tiket pesawat penumpang kelas ekonomi yang mereka operasikan. Alhasil, tidak ada perjanjian tertulis antar maskapai untuk sepakat menaikkan harga tiket pesawat

Kuasa Hukum Garuda Indonesia dan Citilink Indonesia, Normalita Malik yang ditemui seusai sidang putusanmengatakan, perkara ini bukanlah kartel. Hal ini karena penentuan Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah tiket pesawat yang tidak pernah direvisi oleh Kementerian Perhubungan selaku regulator.

Untuk itu, KPPU dalam putusannya juga merekomendasikan dan meminta Kementerian Perhubungan untuk memperbaiki kebijakan tersebut.

"Ini kan sebenarnya akibat dari Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah. Setiap tahun ada biaya produksi, tetapi Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah tidak pernah dinaikkan, maka secara bisnis kan konsekuensi jadi biaya produksi tinggi, harga kan akhirnya bergerak menuju TBA itu kan penyebab karena TBA tidak pernah disesuaikan, padahal biaya operasi sudah tinggi, dalam kacamata kami, kami bukan kartel, itu bukan kartel," jelas Normalita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×