Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak menelusuri dugaan keterlibatan Bambang Rudjianto Tanoesoedibjo terkait kasus pengadaan alat kesehatan tahun 2006 yang sudah menjerat beberapa pejabat kemenkes di Pengadilan Tipikor Jakarta. Desakan itu disampaikan Solidaritas Mahasiswa Anti Korupsi (Somasi), karena KPK dinilai tidak lagi melanjutkan kasus tersebut.
"Mendesak KPK segera membuka kembali kasus Alkes 2006 dan segera tangkap dan penjarakan Bambang Rudijianto," kata Ahmad Jeki saat berorasi di kantor KPK, Jakarta, Jumat (13/12/2013) siang.
Menurut Jeki, kasus Alkes telah merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Namun, sejauh ini banyak pihak-pihak pengusaha yang diduga terlibat, tidak tersentuh KPK. Di antaranya kata Jeki adalah kakak Kandung Harry Tanoesoedibjo tersebut.
"Jika KPK tidak melanjutkan kasus ini maka patut dipertanyakan," ujar Jeki.
Seperti diketahui, kakak kandung Hary Tanoesoedibjo, Bambang Rudjianto Tanoesoedibjo selaku Dirut PT Prasasti Mitra, diduga terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2006 di Kementerian Kesehatan.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK terhadap terdakwa Ratna Dewi Umar yang dibacakan Jaksa I Kadek Wiradana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/5/2013) lalu.
Dalam penjelasannya, Kadek mengatakan bahwa terdakwa Ratna selaku Kuasa Pengguna Aggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah mengatur proses empat pengadaan barang dan jasa. Bahkan, menggunakan metode penunjukkan langsung.
Dua diantara empat pengadaan itu, Ratna diduga bersama Siti Fadillah dan Bambang, telah melakukan perbuatan hukum yang merugikan keuangan negara mencapai miliaran rupiah.
Pertama, lanjut Kadek, yakni pada pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung tahun anggaran 2006 pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan sebesar Rp 42.459.000.000.
Kedua, penggunaan sisa dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2006 pada direktorat yang sama sebesar Rp 8.823.800.000.
Menurut Kadek, Ratna dalam pengadaan proyek pertama melakukan kesepakatan dengan Bambang Rudjianto Tanoesoedibjo selaku Dirut PT Prasasti Mitra bahwa pelaksanaan pekerjaan dikerjakan oleh Prasasti dengan menggunakan PT Rajawali Nusindo yang dipimpin oleh Sutikno.
Tetapi, dalam pelaksanaannya ternyata, pengadaan alat kesehatan tersebut mengambil dari beberapa agen tunggal, yakni PT Fondaco Mitratama, PT Prasasti Mitra, PT Meditec Iasa Tronica dan PT Airindo Sentra Medika, PT Kartika Sentamas dengan harga lebih murah.
Sehingga, dianggap menguntungkan PT Rajawali Nusindo Rp 1,5 miliar, PT Prasasti Mitra Rp 4,932 miliar, PT Airindo Sentra Medika Rp 999 juta, PT Fondaco Mitratama Rp 102 juta, PT Kartika Sentamas Rp 55 juta dan PT heltindo Internationl Rp 1,7 miliar.
Sedangkan, untuk pengadaan kedua, Ratna diduga menyalahgunakan kewenangan dalam menggunakan sisa anggaran pengadaan pertama sebesar Rp 8.823.800.000 untuk pembelian tambahan alat kesehatan, yaitu 13 ventilator.
Sama seperti pengadaan pertama, pada pengadaan kedua PT Rajawali Nusindo yang ditunjuk sebagai pelaksana kembali menyerahkan pengadaan ke PT Prasasti Mitra yang juga menyerahkan ke agen-agen tunggal yang sama.
Sehingga, menguntungkan Rajawali sebesar Rp 1,8 miliar dan Prasasti sebesar Rp 5,4 miliar. Kemudian, PT Airindo Sentra Medika sebesar Rp 999 juta, PT Fondaco Rp 102 juta, PT Kartika Rp 55 juta dan PT Heltindo Rp 1,7 miliar.
Kendati demikian saat dihadirkan dalam persidangan, Bambang sudah membatah terlibat skandal kasus tersebut. Ratna sendiri mengakui penujukan langsung proyek tersebut kepada perusahaan Bambang karena arahan menteri kesehatan saat itu, Sitti Fadilah Supari. Ratna dalam putusan majelis hakim, divonis bersalah. (Edwin Firdaus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News