kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Kini, giliran tersangka pembunuhan Irzen Octa yang melapor ke Komnas HAM


Kamis, 12 Mei 2011 / 20:21 WIB
Kini, giliran tersangka pembunuhan Irzen Octa yang melapor ke Komnas HAM
ILUSTRASI. Simak pomo JSM Hypermart khusus non-grocery yang berlaku sampai 3 Agustus 2020. Aktivitas di gerai ritel modern Hypermart, Jakarta, Senin (01/06). KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Fahriyadi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Setelah keluarga Irzen Octa, nasabah Citibank yang tewas ditangan debt collector, menyambangi Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM), kini, justru tim kuasa hukum para tersangka kasus pidana Irzen Octa mengadu kepada lembaga tersebut pada Hari Rabu (11/5) lalu.

Debt collector yang menjadi tersangka antara lain Henry Waslinton, Boy Tambunan, dan Humizar Silalahi merasa adanya unsur pelanggaran HAM yang dituduhkan pada mereka. Sebab, para tersangka tersebut telah dianggap bersalah lewat opini publik yang berkembang belakangan ini.

"Penahanan terhadap tersangka juga merupakan pelanggaran HAM karena penahanan tersebut dilakukan bukan untuk kepentingan hukum namun lebih merupakan untuk kepentingan menyenangkan masyarakat yang opininya dibentuk oleh media," ujar Sholeh Amin, Kuasa Hukum Para Tersangka dalam rilisnya yang dikutip, Kamis (12/5).

Sholeh menyebut, hingga kini, tidak ada bukti yang menyatakan para tersangka melakukan penganiayaan. Percikan darah di ruangan Cleo yang menjadi lokasi kejadian merupakan sebuah fitnah karena pada kenyataannya pihak Kepolisian belum juga menemukan bukti tersebut.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa fakta sesungguhnya adalah setelah melakukan diskusi yang tak membuahkan hasil, korban meminta izin untuk istirahat karena merasa pusing.

Kemudian, salah satu tersangka memberi waktu untuk istirahat sesuai keinginan korban. Ia pun membantah telah melakukan pembiaran terhadap korban saat sekarat. "Pembiaran yang klien kami lakukan hanyalah membiarkan korban istirahat sesuai keinginan korban," kata Sholeh.

Lebih jauh, Sholeh mengungkapkan, tindakan yang dilakukan oleh keluarga korban dengan melakukan visum ulang telah mencederai jalannya peradilan. Sebab, hal tersebut justru makin menyudutkan posisi tersangka sejauh ini. "Terlebih proses otopsi itu tidak pro justicia," katanya.

Untuk itu, Sholeh menegaskan, dengan beredarnya pemberitaan yang tidak seimbang ini, para tersangka seolah-olah telah mendapat penghakiman dari pers. "Sudah seharusnya kita menegakkan asas praduga tak bersalah," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×