Reporter: Andri Indradie, Merlina M. Barbara, Tedy Gumilar | Editor: Tri Adi
Belakangan ini desakan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) merombak jajaran kabinetnya alias reshuffle Kabinet Kerja makin menguat. Pertemuan dengan para ekonom minggu lalu juga menunjukkan indikasi bakal terjadi reshuffle.
Perlambatan ekonomi, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, daya beli masyarakat jeblok, instabilitas harga barang kebutuhan pokok, penyerapan anggaran yang lambat, dan melempemnya industri nasional adalah sebagian masalah yang jadi pemicunya. Namun, sayang isu reshuffle kental dengan aroma politis.
Wajar saja, peniup wacana resuffle yang paling kencang adalah elite partai politik di dalam lingkar kekuasaan Jokowi. Ujung-ujungnya, ya, cuma soal apakah jatah menteri yang bakal diperoleh lebih banyak atau lebih sedikit dari sebelumnya.
Betul atau tidak, para pengusaha punya penilaian sendiri. Rata-rata, para pengusaha yang dihubungi KONTAN sepanjang minggu lalu, memberikan nilai skor 3 terhadap kinerja ekonomi Jokowi-JK, terutama tim perekonomian. Nilai ini mereka berikan berdasarkan skala nilai 1 sampai 5.
Alasannya, program-program Jokowi-JK pada dasarnya sudah sangat baik. Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Jokowi-JK memberi perhatian pada lima prioritas, yaitu kedaulatan pangan, kedaulatan energi, kemaritiman, pariwisata, serta industri.
Nah, tahun 2015, Jokowi-JK fokus pada dua hal, yaitu infrastruktur dan pertanian. Semua proyek infrastruktur seperti jalan tol, rel kereta, dan sebagainya mulai digarap tahun ini. Demikian juga pembangunan irigasi, penciptaan sawah baru, waduk dan bendungan, juga bakal dimulai tahun ini.
Menurut pengusaha, program-program yang sudah baik itu memang pada dasarnya program jangka panjang. Dalam jangka pendek, program itu belum akan terasa menggigit. Jadi, implementasinya memang belum terasa. “Dari sisi perekonomian juga belum terasa ada perbaikan,” ujar Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Sistem birokrasi
Masalah terbesar lainnya adalah sistem birokrasi, baik itu sumber daya manusia (SDM) maupun tata cara, pedoman, dan modelnya. Dari sisi SDM, lembaga kementerian masih rentan terhadap praktik korupsi, kerjasama antarlembaga kementerian masih lemah, ego lembaga masing-masing yang masih tinggi, dan sebagainya.
Kepada KONTAN, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengakui, birokrasi adalah sumber persoalan yang tak bisa disepelekan. Pertama, perubahan nomenklatur dan organisasi kementerian. Persoalan ini bahkan membuat realisasi anggaran seret mengucur. “Dampaknya sangat luas dan di luar dugaan kami sebelumnya,” tutur Sofyan, Rabu (1/7).
Masalah kedua, penerapan hukum secara eksesif. Maksudnya, penerapan penindakan hukum yang di luar kebiasaan. “Dari sudut pandang tertentu, sifat penindakan hukum yang eksesif ini menghambat kinerja kami,” kata Sofyan. Alasannya, lanjut dia, banyak pejabat di lingkungan kementerian itu takutnya setengah mati, seperti mengambil keputusan.
Selain itu, penegakan hukum juga sering kali masuk ke area abu-abu. Maksudnya, penindakan hukum itu mengarah kepada hal abu-abu. Contoh, kasus Dahlan Iskan. Apakah itu kasus murni tindakan atas dasar individual atau akibat dari sebuah policy alias kebijakan. Menurut Sofyan, penerapannya masih abu-abu dan terlalu cepat ada upaya hukum sebelum menimbang terlebih dahulu apakah itu murni tindakan pidana, atau efek melaksanakan tugasnya sebagai pejabat negara.
Untuk mengurainya, kata Sofyan, pemerintah berniat membereskan segala urusan yang berkaitan dengan birokrasi secepat mungkin. Lantas, segera mengeluarkan aturan baru yang terbit akhir Juli ini (lihat boks).
Sementara tentang kondisi ekonomi yang saat ini lesu, Sofyan menerangkan, bukan hanya disebabkan oleh sesuatu yang ada di dalam negeri. Ada juga dampak situasi global yang sudah mulai meradang sejak tahun lalu. Tak heran jika Sofyan menyimpulkan, ekonomi global tahun 2015 masih cenderung moderat yang tumbuh 3,5% dan tidak beranjak dari prediksi sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang dan wilayah Eropa juga relatif lemah. Penguatan ekonomi diperkirakan hanya terjadi di India. Likuiditas global masih relatif tidak berubah. Pelemahan kinerja perekonomian AS di kuartal I 2015 jadi faktor penghambat itu.
Di satu sisi, harga komoditas global menurun. Melemahnya permintaan dari negara Jepang dan Tiongkok jadi pemicu pelemahan harga komoditas. Melihat situasi ini, pemerintah bahkan juga sudah merevisi target pertumbuhan ekonomi tahun 2016 dari 6,2% menjadi 5,6%.
Penyerapan anggaran turut menjadi poin pokok masukan dari pengusaha yang perlu segera dibereskan pemerintah. Lantas, soal pelemahan rupiah juga tidak ketinggalan sebagai kritik dari pengusaha untuk Jokowi-JK yang notabene juga berangkat dari seorang pebisnis. “Harapan kami, rupiah tetap stabil. Silakan kalau mau reshuffle yang penting program tercapai,” timpal Abdur Rahman, pengusaha furnitur asal Jepara.
Intinya, bagi pengusaha, mencapai target program lebih penting daripada isu reshuffle.
Laporan Utama
Mingguan Kontan Non 41-XIX, 2015
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News