Reporter: Yudho Winarto, Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Nindya Karya (persero) untuk kali ketiga harus menghadapi gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Uzin Utz Indonesia. Pasalnya sampai saat ini Nindya Karya belum membayar utang Rp 327,7 juta.
Meski sebelumnya tanggal 31 Juli dan 22 Agustus 2013 pengadilan sudah menyatakan tidak dapat menerima permohonan PKPU yang diajukannya. Uzin Utz tetep ngotot untuk kembali mengajukan permohonannya. "Dalam perkara kepailitan dan PKPU tidak mengenal ne bis in idem," kata kuasa hukum Uzin Utz, Ivan Wibowo, Minggu (6/10).
Terlebih perusahaan pelat merah itu belum memenuhi kewajibannya. Meski sebelumnya mengklaim telah mengirimkan surat kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara perihal penitipan dan penyimpanan pembayaran (konsinyasi) utang tersebut, hingga kini Uzin Utz belum menerima surat apapun terkait konsinyasi itu. "Intinya konsinyasi tersebut abal-abal," paparnya.
Di permohonan ini, Uzin Utz juga menegaskan kembali upaya PKPU terhadap Nindya Karya tidak harus diajukan oleh Menteri Keuangan seperti diatur pasal 223 UU Kepailitan. Lantaran, perusahaan konstruksi ini sudah mengalami perubahan struktur kepemilikan saham negara melalui Penerbitan Saham Baru pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Nindya Karya (“PP 69/2012”), kepemilikan negara hanya 1%, sisanya dipegang oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (Persero).
Selain memiliki utang kepada Uzin Utz, Nindya Karya juga memiliki utang kepada PT Uzindo sebesar Rp 49.73 juta. "Kagak bayar utang recehan sampai lima tahun," kata Ivan.
Ivan menuturkan kondisi keuangan Nindya Karya saat dalam keadaan kesulitan. Buktinya adanya tim restrukturisasi untuk mengatasi persoalan keungan tersebut."Kalau sehat maka tidak diambilalih oleh PPA," ujarnya.
Ivan menuding adanya intervensi dari Menteri BUMN Dahlan Iskan di sengketa utang ini. Pasalnya, Nindya Karya selalu lolos dari upaya hukum. "Dukungan Menteri BUMN akan sangat potensial mendorong BUMN jadi mafia ngemplang," paparnya.
Selain meminta permohonannya dikabulkan, Uzin Utz menyodorkan nama Nasrul Sudarmono Nadeak, Rudi Setiawan, Wahyu Hidayat, dan Nien Rafles Siregar selaku pengurus.
Sementara, Nengah Sujana kuasa hukum Nindya Karya mengaku curiga dengan langkah Uzin Utz. Pihaknya menuding upaya PKPU sebagai alat untuk mencari keuntungan. "Kalau ini dikabulkan maka biaya yang akan dikeluarkan Nindya Karya menjadi besar," tegasnya.
Sebagai informasi, utang Nindya Karya sebesar Rp 327,734 berasal dari pembelian material bangunan untuk pengerjaan proyek Aston Mangga Dua Hotel & Residence tahun 2008 silam. Awalnya, Uzin Utz menerima order pembelian material bahan bangunan dari kontraktor pelat merah ini. Selanjutnya, Uzin Utz menerbitkan invois. Seharusnya, satu bulan setelah menerima invois tersebut, pada 21 Agustus 2008, Nindya Karya melakukan pembayaran.Tapi sampai saat ini tidak pernah ada pembayaran sama sekali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News