Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menerbitkan dua Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) mengenai penyelesaian transaksi perdagangan bilateral dengan Thailand dan Malaysia. Masing-masing aturan itu adalah PADG Nomor 19/12/PADG/2017 dan PADG Nomor 19/11/PADG/2017. Keduanya berlaku 2 Januari 2018.
Kedua aturan tersebut merupakan aturan pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia No.19/11/PBI/2017 tentang Penyelesaian Transaksi Perdagangan Bilateral Menggunakan Mata Uang Lokal atau Local Currency Settlement (LCS) melalui bank.
Keduanya, mengatur mengenai pelaksanaan kegiatan dan transaksi keuangan yang dapat dilakukan oleh Bank Appointed Cross Currency Dealer (ACCD). Sementara yang menjadi Bank ACCD merupakan bank yang diminta oleh bank sentral di kedua negara berdasar hasil penilaian. Jadi, BI dan Bank Negara Malaysia (BNM) untuk Malaysia, dan BI dengan Bank of Thailand (BoT) di Thailand.
Dalam LCS antara Indonesia dan Malaysia, saldo rekening khusus rupiah (SNA rupiah) yang dimiliki Bank ACCD Malaysia di Bank ACCD Indonesia dibatasi maksimal Rp 400 miliar pada akhir hari. Sementara saldo SNA ringgit milik Bank ACCD Indonesia dibatasi maksimal MYR 100 juta pada akhir hari.
Begitu juga dengan LCS antara Indonesia dengan Thailand. Saldo setiap SNA rupiah milik Bank ACCD Thailand di Bank ACCD Indonesia dibatasi maksimal Rp 400 miliar. Namun, saldo setiap SNA baht milik Bank ACCD Indonesia dibatasi maksimal sebesar THB 1 miliar pada akhir hari.
Saldo SNA rupiah milik Bank ACCD Malaysia dan Bank ACCD Thailad bisa melebihi Rp 400 miliar, sepanjang Bank ACCD Indonesia menerima dokumen dari Bank ACCD Malaysia atau Thailand yang membuktikan bahwa kelebihan saldo SNA rupiah itu akan digunakan untuk kewajiban perdagangan bilateral atau investasi pada aset keuangan dalam rupiah pada hari berikutnya.
Sebagaimana diketahui, melalui mekanisme LCS, importir Indonesia yang melakukan impor barang dari Malaysia atau Thailand dapat membayar menggunakan mata uang lokal kedua negara melalui Bank ACCD yang ditunjuk. Jadi, nasabah tak perlu lagi menggunakan dollar Amerika Serikat (AS).
"Hal ini merupakan bagian dari upaya mengurangi ketergantungan pada mata uang tertentu, sehingga mendukung terjaganya stabilitas nilai tukar," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman, Senin (27/11).
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira memproyeksi, dollar AS akan menguat di tahun depan seiring rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) . "Tahun depan dollar AS diprediksi berada di kisaran Rp 13.500 Rp–13.900," kata Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News