Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan tahunan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dinilai mengancam kelangsungan industri rokok dan pekerjanya.
Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Jawa Timur, Purnomo, menyebut kenaikan CHT menjadi momok bagi Industri Hasil Tembakau (IHT).
Dalam lima tahun terakhir, tarif CHT naik 67,5%, menyebabkan harga rokok melonjak dan memicu penyebaran rokok ilegal.
"Perusahaan rokok legal bisa kalah saing dan mati. Kebijakan kenaikan tarif cukai rokok harus mempertimbangkan kemampuan industri," ujarnya dalam keterangannya, seperti dikutip Selasa (28/5).
Baca Juga: Kemenkeu Belum Bahas Kenaikan Tarif Cukai Rokok di 2025
Purnomo mendesak pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok pada 2025 agar jumlah tenaga kerja dapat meningkat. "Kondisi IHT yang baik dapat menambah tenaga kerja, terutama di sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT)," katanya.
Di RTMM, ada penambahan dua perusahaan dengan 5.000 tenaga kerja, membantu mengurangi pengangguran di Jawa Timur.
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, Mike Verawati Tangka, menyatakan 90% pekerja di sektor SKT adalah perempuan. Namun, pemerintah belum maksimal memperhatikan hak-hak mereka.
Kebijakan cukai rokok yang tinggi setiap tahun berdampak langsung pada IHT dan pekerjanya. Kenaikan cukai rokok seharusnya dipertimbangkan dari dampaknya pada pekerja.
Baca Juga: Kenaikan Cukai Picu Turunnya Produksi Rokok dan Penerimaan Negara
"Apakah kenaikan cukai rokok akan memicu PHK? Kemampuan perusahaan bertahan jika cukai naik akan mempengaruhi kondisi keuangan mereka," katanya. Mike juga berharap pemerintah mempertimbangkan dampak pada petani tembakau yang juga memiliki pekerja perempuan.
Kenaikan cukai rokok bisa berdampak negatif pada lingkungan sekitar IHT, seperti PHK massal. "Kebijakan ini mempengaruhi kesejahteraan pekerja, keluarga, dan masyarakat sekitar," tambah Mike.
Pemerintah diminta lebih memperhatikan nasib pekerja dalam membuat kebijakan, tidak hanya fokus pada kepentingan makro atau pertumbuhan ekonomi. "Pertumbuhan ekonomi yang baik didukung oleh kesejahteraan pekerjanya," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News