Reporter: Rika Panda | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengakui pihaknya kesulitan mengikuti aturan seperti yang tertuang dalam UU No. 22 tahun 2011 tentang percepatan penyerapan APBN 2012 yang harus menyerap anggaran 25% per triwulan secara linier. Pasalnya, aturan itu tidak sesuai dengan karakteristik penyerapan di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang selalu mengikuti pola kurva S.
Pola kurva S yaitu penyerapan anggaran yang menukik hingga akhir tahun karena adanya berbagai tahapan mulai dari penenderan, penandatanganan kontak, mobilisasi, baru proses penyerapan.
Untuk itu, Kementerian PU mengusulkan supaya 40% total proyek pekerjaan yang masuk dalam pagu anggaran diarahkan dengan pola multiyears contract (MYC) guna mempercepat penyerapan anggaran. Usulan tersebut telah dimasukan dalam usulan revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah oleh Kementerian PU.
Pola ini, menurut Djoko, memang dapat mempercepat penyerapan anggaran Kementerian PU. "Namun, dia menjelaskan, tidak semua proyek dapat dilakukan pola multiyears contract,” kata Djoko, akhir pekan kemarin.
Lanjut Djoko, salah satu contoh, membangun rumah yang seharusnya bisa selesai dikerjakan dalam satu tahun, tidak dapat diberlakukan dengan pola multiyear contract.
Sementara, Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian PU Taufik Widjoyono mengatakan, dengan banyaknya proyek pekerjaan yang menggunakan pola multiyeras, dapat lebih menghemat waktu proses pelelangan. Selain itu, dengan pola ini juga dapat menjaga kontinuitas pekerjaan, dan memberi kepastian bagi para kontraktor untuk menginvestasi material dan peralatan konstruksi, penetapan lahan, mobilisasi, dan perencanaan lainnya.
Tahun ini, dari total pagu anggaran Kementerian PU sebesar Rp 62,56 triliun, hanya Rp 10 triliun atau sekitar 15% proyek pekerjaan yang menggunakan pola persetujuan multi years contract. Sebab itu, dalam melaksanakan proyek infrastruktur, Kementerian PU sulit mengikuti aturan seperti tertuang dalam UU No 22 tahun 2011.
"Ini memang karakteristik proyek-proyek infrastruktur, sehingga akan sulit bila banyak proyek single year yang harus kontrak setiap tahun,” ujar Taufik, di Jakarta, akhir pekan ini.
Untuk membentuk kurva S yang besar, Kementerian PU mengajukan pola pelelangan multiyeras diperbanyak sehingga proses pelelangan tidak perlu terus dilaksanakan setiap awal tahun. “Kalau bisa sekali tender untuk tiga tahun, ini akan menghemat waktu tender yang biasanya menghabiskan waktu dua bulan sehingga penyerapan juga lebih tinggi,” kata Taufik
Selain itu, lanjut Taufik, Kementerian PU juga mengajukan di dalam revisi Perpres mengenai izin multiyears dipercepat dengan pemberian uang muka setidaknya 20% dari total nilai kontrak. Adapun saat ini, uang muka yang diberikan adalah yang terkecil dari 15% total kontrak atau 20% dari anggaran yang disediakan pada tahun pertama. "Jadi kalau proyek pekerjaan Rp 100 miliar, mereka hanya dapat uang muka Rp 4 miliar, bagaimana bisa bekerja?," katanya.
Sementara, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian PU, Danis Hidayat Sumadilaga menambahkan, revisi yang diajukan dari cara tahunan menjadi kontrak tahun jamak atau multiyears contract merupakan terobosan dari Kementerian PU dalam rangka meningkatkan kualitas pekerjaan sekaligus percepatan anggaran.
Menurut Danis, dengan semakin banyaknya proyek multiyears, PU tidak perlu menghabiskan waktu untuk menender proyek. Waktu yang seharusnya digunakan untuk proses lelang dapat dipergunakan untuk proses pengerjaan. “Sehingga hasil yang dicapai juga bisa lebih maksimal,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News