Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Rencana pemerintah yang akan mendorong sekuritisasi aset atawa monetisasi aset guna menyokong pendanaan internal Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur dinilai akan memberikan keuntungan maupun kerugian.
Pengamat infrastruktur Universitas Indonesia Wicaksono Adi mengatakan, hal yang perlu diperhatikan pemerintah dalam monetisasi aset infrastruktur ialah memastikan proyek infrastruktur tersebut proyek strategis atau bukan. Menurutnya jika proyek tersebut masih dibutuhkan kementerian/lembaga negara sebaiknya jangan ditawarkan untuk monetisasi.
"Ini terkait dengan kementrian atau institusi lain yang punya wewenang pada saat mendesak untuk infrastruktur tersebut guna menghindari kerancuan," jelas Wicaksono.
Yang harus dijadikan pelajaran dari negara yang telah menerapkan monetisasi aset menurut Wicaksono yakni produktivitas aset yang akan ditawarkan. Dirinya menilai produktivitas aset yang bisa memacu pertumbuhan ekonomi nasional secara bisnis infrastruktur akan mendatangkan return yang cepat, ini yang bisa dijadikan nilai jual untuk investor.
"Ketika produktivitas aset infrastruktur tinggi maka calon akan banyak yang masuk, investor yang sudah masuk pun akan menawarkan investasi lagi," ujarnya.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan rencana sekuritisasi BUMN untuk mendanai sejumlah infrastruktur harus dilakukan secara matang dan profesional.
Ia bilang jika sudah banyak BUMN yang merencanakan sekuritisasi, sebaiknya pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN membantu merekomendasikan melalui satu pintu. Dirinya menilai pemerintah bisa menugaskan PT Sarana Multi Infrastruktur dan lembaga pemberi rating sebagai konsultan sekuritisasi agar lebih efektif.
"Bahwa untuk efektifitas sekuritisasi diperlukan ekosistem untuk membantu meyakinkan investor,"jelasnya.
Bhima menegaskan, bila penggunaan dana sekuritisasi ini berjalan dengan baik, hal ini akan menguntungkan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Namun jika hasilnya terbalik, maka akan menjadi beban pemerintah atau akan diambil alih swasta.
"Jangan sampai likuiditasnya malah memburuk, malah jadi beban pemerintah taua malah akan di take over asing jadi semi privatisasi,"tegasnya.
Daripada melakukan sekuritisasi, Bhima menilai pelibatan swasta dengan skema lain akan lebih baik. Ia menyebut Public Private Partnership (PPP), joint financing antara BUMN dan swasta untuk membangun sejumlah proyek, atau bisa juga dengan sindikasi BUMN dari perbankan untuk mendanai pembangunan proyek-proyek itu.
"Yang lebih dibutuhkan bagaiman mendorong swasta terlibat lebih banyak membangun infrastruktur, dibandingkan semua dijalankan BUMN," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News