kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,50   6,04   0.66%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kata kuasa hukum Karya Citra Nusantara (KCN) yang membuat sengketa KBN berlarut-larut


Rabu, 03 April 2019 / 19:39 WIB
Kata kuasa hukum Karya Citra Nusantara (KCN) yang membuat sengketa KBN berlarut-larut


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu akar permasalahan dari sengketa pengembangan pelabuhan Marunda yang telah berlarut-larut adalah penafsiran kata batas yang tertera pada Keppres no 11 tahun 1992 tentang Penunjukan dan Penetapan Wilayah Usaha Perusahaan Perseroan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN). 

Dalam Keppres, disebutkan batas sebelah utara dari wilayah KBN adalah Laut Jawa dan kavling industri, sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Tiram dan saluran air, sebelah Barat berbatasan dengan Cakung Drain dan sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Blencong, kaveling industry dan gudang amunisi TNI-AL.

Juniver Girsang, Kuasa hukum dari PT Karya Citra Nusantara (KCN) yang sedang bersengketa dengan KBN mengatakan bahwa pengadilan dan KBN telah salah menafsirkan arti kata batas pada Keppress 11 tahun 1992. Secara harafiah, batas itu adalah garis yang menjadi perhinggaan suatu bidang (ruang, daerah dan sebagainya) atau suatu pemisah antara dua bidang.

"Jadi kalo disebutkan batas sebelah Utara adalah Laut Jawa, itu berarti batasnya adalah garis pantai yang memisahkan antara daratan yang notabene adalah milik KBN dan perairan Laut Jawa yang merupakan milik negara,” kata Juniver dalam keterangan pers, Rabu (3/4).

Juniver juga menambahkan bahwa pada Keppres no 11 tertera batas sebelah Barat dari wilayah KBN adalah Cakung Drain, hal ini mengartikan batas usaha KBN tidak meliputi Cakung Drain. 

“Sebelah Timur wilayah KBN adalah Sungai Blencong, Kawasan Industri dan Gudang Amunisi TNI, kalau pakai penafsiran pengadilan dan KBN, berarti wilayah tersebut juga milik KBN? Tidak mungkin kan,” ujar Juniver.

Secara terpisah Febrinaldy Darmansyah, Pengamat hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, menyebutkan bahwa Keppres No.11 Tahun 1992 seharusnya bukan bukti kepemilikan wilayah Dermaga Pier 1, 2, 3 yang dibangun oleh KCN. 

“Setelah mempelajari kasus tersebut, saya melihat gugatan KBN itu error in objecto , areal yang digugat oleh KBN sebagai dasar dalam menuntut kerugian Rp 55,8 triliun kepada KCN & Kemenhub RI adalah lahan revitalisasi yang dibangun oleh investor menjadi wilayah pelabuhan. Kawasan laut yang diurug menjadi dermaga adalah mutlak wilayah kewenangan Kemenhub Laut sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang.” Jelas Febrinaldy.

Febrinaldy juga mengatakan bahwa Keppres No. 11 Tahun 1992 yang digunakan oleh KBN sebagai bukti kepemilikan pelabuhan sebenarnya merupakan penunjuk wilayah yang dapat menjadikan KBN sebagai pihak yang berhak atas penyelenggara lelang di tahun 2004.

“Wilayah usaha KBN batas akhirnya adalah garis pantai sepanjang 1.700 meter yang telah di – lelangkan oleh KBN pada tahun 2004. Batas tersebut pun sudah resmi dikerjasamakan kepada investor yang menjadi pemenang lelang,” kata Febrinaldy.

"Ternyata sejauh mempelajari putusan, titik permasalaahan utama adalah ketidakseragaman pemahaman mengenai batas-batas wilayah yang diisyaratkan pada Keppres. Masalah semakin meluas tatkala terjadi hubungan hukum lain antara tergugat satu dan dua yang diartikan sebagai perbuatan melawan hukum," ujar Febrinaldy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×