Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menerapkan kebijakan Alternative Minimum Tax (AMT) untuk korporasi yang merugi supaya tetap menyetor pajak ke negara. Kendati demikian, Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Herman Juwono menolak adanya rencana tersebut.
“Ini rencana kebijakan yang ngawur memajaki yang rugi. Perusahaan rugi artinyakan tidak mampu membayar pajak. Pemerintah bisa melakukan pemeriksaan, sekarang data informasi sudah banyak. Ini kebijakan yang mundur,” kata Herman kepada Kontan.co.id, Rabu (2/6).
Menurut Herman, berbekal data internal dan eksternal yang dimiliki Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga sekarang, seharusnya sudah cukup untuk mencegah adanya penghindaran pajak. Misalnya melalui integrasi data antara lembaga, Automatic Exchange of Informastion (AEoI), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hingga perbankan.
Dari data-data tersebut, Herman mengatakan pemerintah bisa memonitoring laporan pajak korporasi. Jika terbukti kurang bayar, maka justru tarif normal pajak korporasi bisa diterapkan ditambah sanksi administrasi. Dus, dibandingkan AMT, extra effort pemeriksaan oleh otoritas jauh lebih menghasilkan penerimaan bagi negara.
International Monetary Fund (IMF) tahun lalu sempat merekomendasikan kebijakan AMT, terutama bagi negara-negara berkembang. Diusulkan dikenakan tarif 1% dari peredaran usaha.
“Kalau perusahaan bilang rugi, kan lebih bayar dan ini pasti diutamakan untuk dilakukan pemeriksaan. Tinggal periksa saja, sekarang bukan seperti jaman dulu, ada sistem IT yang terintegrasi, cek kalau memang ada transfer pricing” ujar Herman.
Baca Juga: The Fed siap perketat kebijakan, Indonesia harus bersiap dengan sejumlah risiko ini
Di sisi lain Herman mengatakan rencana kebijakan AMT tersebut bisa menjadi buah simalakama terhadap investasi di Indonesia. Sebab, umumnya bagi perusahaan-perusahaan dengan nilai investasi besar dalam kurun waktu empat tahun pertama sejak beroperasi masih merugi, Barulah mendapatkan profit di tahun kelima atau keenam.
“Masa dipajaki yang karena rugi di tahun pertama sampai keempat? Jadi pemerintah harus buat skemanya yang jelas dulu,” kata Herman.
Herman menambahkan, usulan kebijakan fiskal tersebut secara tidak langsung telah mencederai martabat jasa profesional auditor keuangan yang selama ini telah menyusun laporan keuangan dan perpajakan dengan benar. Namun, dari sisi auditor kebijakan tersebut juga menjadi pemicu agar bekerja lebih baik.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan penerapan AMT dengan tujuan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak atas korporasi.
Berdasarkan paparan Rapat Kerja (Raker) antara Menteri Keuangan (Menkeu) dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (31/5), AMT ditujukan bagi wajib pajak (WP) Badan dengan pajang penghasilan (PPh) terutang kurang dari batasan tertentu akan dikenai pajak penghasilan minimum.
Menkeu bilang rencana tersebut akan dibahas dalam Panitia Kerja (Panja) Penerimaan Pajak DPR RI. Namun di lain kesempatan, saat Raker Kemenkeu dengan Komisi XI akhir bulan lalu, Menkeu mengatakan AMT merupakan bagian dari reformasi perpajakan di tahun depan.
Skema pungutan pajak korporasi tersebut merupakan respon pemerintah atas celah yang dimanfaatkan WP Badan untuk melakukan penghindaran pajak. “Kita akan melakukan anternative minimum tax approach supaya compliance menjadi lebih bisa diamankan,” kata Menkeu beberapa waktu lalu.
Selanjutnya: Program pengampunan pajak dinilai dilematis bagi pemerintah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News