Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, ekonomi tahun ini bisa tumbuh lebih baik dari tahun lalu. Terutama dari sisi perdagangan ekspor, karena tren normalisasi permintaan global yang mulai stabil dan bahkan lebih stabil dari permintaan domestik.
Namun, kata Shinta, pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali akan menciptakan kontraksi atau setidaknya pelemahan pertumbuhan perdagangan dalam negeri. Padahal, pemerintah menginginkan konsumsi dalam negeri bisa menggeliat.
Ini merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengatur strategi dari sisi permintaan mayarakat di tengah kondisi penyebaran virus corona yang belum terkendali. Terutama menjaga stabilitas harga barang agar masyarakat bisa terus melakukan konsumsi.
“Terkait target konsumsi produk domestik yang mencapai 94,3% secara keseluruhan ini target yang sangat ambisius. Khususnya kalau kita melihat tingginya impor bahan baku pangan. Namun bukan berarti potensinya tidak ada,” kata Shinta kepada Kontan.co.id, Senin (18/1).
Baca Juga: Kasus Covid-19 melonjak, Sri Mulyani prediksi ekonomi kuartal I-2021 tumbuh melambat
Kata Shinta, kalau mau tercapai, Kementerian Perdagangan (Kemendag) harus berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian sektor lain untuk memastikan peningkatan efisiensi produksi dan peningkatan produktifitas supply dalam negeri ke masyarakat.
Shinta membeberkan, biasanya saat ada tekanan untuk menyerap produk dalam negeri yang dilihat oleh pemerintah hanya peningkatan jumlah output. Tetapi tidak memperhatikan efisiensi produksi dan kualitas output.
Sehingga akhirnya konsumen dirugikan dalam bentuk harga produk dalam negeri yang lebih mahal dibanding impor. Bahkan bisa jadi harganya sama dengan impor tapi kualitasnya lebih rendah.
“Ini harus dihindari. Harga produk dalam negeri setidaknya harus sama dengan harga impor untuk produk dengan kualitas yang sama. Jadi perlu sinergi antar kementerian agar masyarakat sebagai konsumen tidak dirugikan, agar ekonomi ini bisa pulih,” kata Shinta.
Shinta menambahkan, Indonesia juga perlu reformasi besar-besaran pada efisiensi domestic supply chain. Karena kendala terbesar penyerapan produk lokal adalah masalah supply chain antar provinsi dan antar pulau yang tidak efisien. Bahkan sering lebih mahal daripada biaya impor. Dus harga produk impor di masyarakat menjadi lebih murah daripada produk dalam negeri.
“Akan lebih realistis apabila masyarakat didorong ntk mengkonsumsi produk yg diproduksi secara lokal (masih satu provinsi) sehingga biaya logistik tidak terlalu tinggi, konsumen juga tidak dibebani kenaikan harga di pasar atau penurunan kualitas produk dan mendorong perekonomian setempat,” ujar Shinta.
Kendati demikian, Shinta tidak memungkiri untuk bisa memenuhi rantai pasokan dalam negeri memang perlu banyak investasi di daerah. Khususnya daerah-daerah yang pertumbuhan ekonominya tidak terdiversifikasi dengan baik.
Di sisi lain, koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah di tiap daerah harus dipastikan memiliki suplai cukup di pasar masing-masing, agar tidak terjadi kelangkaan barang yang malah akan menyusahkan masyarakat.
Selanjutnya: Ada PPKM, ekonom ini proyeksikan ekonomi Indonesia bisa minus 1% di kuartal I
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News