Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Rencana pemerintah menjadi kerjasama perdagangan bebas dengan Uni Eropa (UE) masih butuh waktu panjang. Bahkan, bukan tidak mungkin, kerjasama Free Trade Agreement (FTA) dalam skema Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) itu sulit terealisasi.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Azhar Lubis mengatakan, dalam upaya mencapai kesepakatan perjanjian perdagangan oleh kedua belah pihak maka akan dilakukan pembahasan mengenai aturan atau kebijakan yang harus direvisi. "Nanti akan ada rapat-rapat lanjutan lagi," kata Azhar, Kamis (3/3).
FTA-CEPA Uni Eropa akan menyangkut berbagai hal, selain batasan tarif bea masuk (BM) juga akan mengarah pada investasi. Setiap kementerian akan mengusulkan masukannya dan dirapatkan ditingkat Menko Perekonomian.
Menko Perekonomian Darmin Nasuton mengatakan, pemerintah masih menghitung keuntungan dan kerugian yang diterima jika menjalin kerja sama bebas dengan Uni Eropa. Hingga saat ini apa yang ditawarkan oleh pihak Indonesia masih jauh dari harapan Uni Eropa.
Pemerintah menilai beberapa permintaan dari Uni Eropa memberatkan pihak Indonesia, misalnya pembebasan bea masuk sebesar 95% beberapa pos tarif. Pemerintah menganggap liberalisasi atas 95% pos tarif dapat memukul industri dalam negeri.
Selain itu, Uni Eropa juga meminta penghapusan atas bea keluar. Permintaan ini berkaca dari mitra dagang Uni Eropa, Vietnam, yang telah menghapus bea keluar dalam perdagangan dengan Uni Eropa.
Darmin menekankan Indonesia seharusnya bisa lebih berani dalam perundingan FTA dengan Uni Eropa. Terlebih dengan sejumlah persyaratan dari Uni Eropa yang dianggap memberatkan. “Mestinya dengan Uni Eropa, kita berani untuk ambil risiko karena kita tidak bersaing dengan mereka. Beda jika dibandingkan dengan dua kompetitor lain India dan China”, ujar Darmin.
Darmin juga menekankan perlunya koordinasi yang intensif antar Kementerian atau Lembaga terkait agar titik temu dalam perundingan segera tercapai. Hal ini mengingat bulan April mendatang, Presiden Joko Widodo akan melakukan lawatan ke beberapa negara Uni Eropa seperti Jerman, Inggris, Belanda dan Belgia. “Kita harus punya milestone yang mau dicapai, kalau tidak, perundingannya akan berputar-beputar, tidak mencapai target”, imbuh Darmin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News