Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama dengan Komisi XI DPR RI tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Puteri Anetta Komarudin mengatakan, dalam tahap pembicaraan tingkat I ini, DPR masih meminta masukan dari berbagai pihak terkait atas draf RUU KUP yang diusulkan pemerintah. Masukan ini kemudian nantinya akan menjadi pertimbangan fraksi-fraksi di DPR ketika melakukan pembahasan.
“Kami berupaya agar proses pembahasan dilaksanakan dengan se-efektif dan se-efisien mungkin. Tentu dengan memperhatikan ketentuan bahwa jangka waktu pembahasan RUU KUP berlangsung selama maksimal 3 masa sidang,” kata Puteri kepada Kontan.co.id, Selasa (24/8).
Baca Juga: Pengusaha ramai-ramai tolak klausul pajak karbon dalam RUU KUP
Meski begitu, Puteri menyampaikan jangka waktu pembahasan ini memang dapat diperpanjang, akan tetapi, bukan berarti perencanaan dan pembahasannya akan berlarut-larut.
Melihat urgensi dan posisi dari RUU KUP sendiri sebagai suatu pedoman umum perpajakan yang harus memberikan kepastian hukum. Sehingga Fokus DPR adalah untuk memastikan pembahasan RUU dilakukan dengan seksama, cermat, dan efektif.
Hal yang sama juga disampaikan oleh anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Mukhammad Misbakhun. Dia mengatakan, belum adanya target yang pasti terkait kapan akan disahkannya RUU KUP ini, dikarenakan tengah fokus dalam pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19 yang belum juga usai.
“Kalau ditanya kapan akan selesai dibahas dan disahkan Panja RUU KUP ini sangat dinamis. Terlalu awal kita membicarakan pengesahan karena pembahasan substansinya saja belum dimulai,” kata Misbakhun kepada Kontan.co.id, Selasa (24/8).
Selain itu, Misbakhun mengatakan pihaknya ingin terlebih dahulu melihat dengan cermat dinamika dampak Covid-19 pada dunia bisnis dan lebih berhati-hati dalam memperhitungkan dampak-dampak dari penerapan RUU KUP baru ini pada makro ekonomi dan inflasi.
Baca Juga: Ditjen Pajak pasang target tinggi penerimaan PPN tahun 2022, ini penyebabnya
Sebagai informasi, pada 24 Agustus 2021 ini, pihak Komisi XI DPR RI sudah menggandakan dengar pendapat dari 18 asosiasi pengusaha yang terdiri dari ratusan pengusaha. Para pengusaha tersebut menolak terutama karena adanya klausul pajak karbon yang tertuang dalam Pasal 44G RUU KUP.
“Sementara daftar inventaris masalah (DIM) dari Komisi XI DPR RI akan diserahkan paling lambat pada awal September,” pungkas Misbakhun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News