Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Rencana Kementerian Pariwisata (Kemenpar) yang akan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) untuk mengatur sertifikasi halal untuk pelaku usaha pariwisata, diminta dikaji lebih mendalam. Jangan sampai aturan tersebut tumpang tindih dengan aturan yang sudah ada.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, Haryadi Sukamdani menyatakan pihaknya tidak merasa keberatan jika aturan sertifikasi halal sifatnya. Namun pihaknya menentang bila aturan itu nanti diwajibkan untuk setiap pelaku industri pariwisata karena akan merugikan untuk pelaku usaha yang segmentasinya bukan produk halal.
"Jangan di generalisir semua, sebaiknya tetap mengadopsi pemberian sertifikasi itu mengacu pada restoran yang mengklaim produknya halal karena kalau nanti itu jadi suatu kewajiban untuk semuanya, itu akan menimbulkan masalah lagi di lapangan," tegas Haryadi pada KONTAN, Rabu (3/5).
Dia juga meminta pemerintah untuk memikirkan mekanisme yang tepat agar penerapan sertifikasi halal tidak tumpang tindih dengan aturan lainnya. Pasalnya menurut dia, jika aturan dan mekanisme Permenpar yang nanti diterbitkan mekanisme dan penunjukan badan sertifikasinya tidak jelas, bisa bertabrakan dengan Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal yang sudah ada.
"Jadi Permen (Peraturan Menteri)nya jangan sampai tumpang tindih dengan pelaksanaan undang-undang sertifikasi halal," pungkas Haryadi.
Sementara itu, Ketua Umum ASITA (Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia) Asnawi Bahar meminta aturan sertifikasi pariwisata halal memperhatikan masalah standarisasi.
Dia melihat di negara lain, standarisasi halal sudah lebih baik ketimbang di Indonesia. Jika Indonesia mau mencontoh standar halal negara tetangga, pariwisata halal Indonesia akan mempunyai jaminan mutu yang lebih baik.
"Standarisasi akan memberikan jaminan mutu, tentu dengan aturan dan standar yang ketat ini malah kami rasa lebih bagus," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News