kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Ini Kata Pengamat Indef Soal Dampak Memanasnya Konflik Timur Tengah


Sabtu, 20 April 2024 / 19:38 WIB
Ini Kata Pengamat Indef Soal Dampak Memanasnya Konflik Timur Tengah
ILUSTRASI. An anti-Israel billboard with a picture of Iranian missiles is seen on a street in Tehran, Iran April 19, 2024. Majid Asgaripour/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS


Reporter: Rashif Usman | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik Timur Tengah saat ini tidak hanya terjadi antara Palestina-Israel, tetapi juga meluas antara Iran-Israel. Kondisi geopolitik ini dinilai membawa dampak pada kenaikan harga minyak dunia.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan bahwa kawasan Timur Tengah merupakan produsen utama minyak dunia, di mana sekitar 13 juta barel per hari didistribusikan ke seluruh dunia.

Baca Juga: Sebanyak 34.049 Warga Palestina Tewas Sejak Israel Menyerang Gaza

Sementara, Indonesia sendiri membutuhkan minyak sebesar 3,45 juta barel per bulan. Nah, ketika ada konflik di Timur Tengah, Esther khawatir akan ada keterbatasan supply karena negara pengekspor sulit mengirimkan komoditasnya.

"Akibat dari supply terbatas dan permintaan tetap, yang terjadi adalah kenaikan harga minyak. Kita tahu kenaikan harga minyak menjadi komponen biaya transportasi, dan kalau transportasi naik akan berdampak pada kenaikan harga-harga barang," kata Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, dalam acara Diskusi Publik Indef, Sabtu (20/4).

Selain kenaikan harga barang, lanjutnya, besaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa membengkak. Ia menghitung, adanya kenaikan harga minyak diprediksi akan menyebabkan defisit fiskal 2%-3%.

"Kalau kita tidak bisa mengelola anggaran APBN, kemungkinan fiskal space kita jauh lebih kecil lagi," ucapnya.

Ia mengimbau agar pemerintah bisa melihat lagi berbagai anggaran belanja ke arah yang lebih produktif. Tidak hanya konsumtif seperti program makan siang gratis.

Baca Juga: Iran-Israel Memanas, Kementerian PUPR Pastikan Pasokan Material IKN Aman

"Kalau belanja pemerintah bisa diarahkan lebih ke arah produktif akan membuat pertumbuhan ekonomi kita lebih sustain dan terpantau dalam jangka panjang," ujarnya.

Dirinya juga berpendapat, Indonesia perlu memperkuat fundamental ekonomi melalui peningkatan ekspor dan devisa negara dari berbagai sektor, seperti pariwisata dan pendekatan ekspor barang komoditas non migas.

"Kita harus mengurangi ketergantungan dari pihak luar. Kalau semakin tergantung, ada shock dari global itu kita lebih rentan. Tetapi kalau ketergantungan kita lebih kecil, apa pun yang terjadi di luar tidak berdampak pada perekonomian dalam negeri," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×