Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Saat ini, Indonesia dinilai kekurangan insinyur berkualitas. Menurut Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia Bobby Gafur Umar, salah satu penyebabnya adalah semakin banyak insinyur Indonesia yang lebih tertarik untuk bekerja di luar negeri.
“Kita melihat suatu dilema, di negeri sendiri ternyata tenaga insinyur asing mendapat standar penggajian yang rata-rat lebih tinggi ketimbang para insinyur lokal. Ini yang menimbulkan kecemburuan para insinyur lokal,” kata Bobby Gafur Umar kepada wartawan, usai bersama pengurus PII diterima Wakil Presiden Boediono di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (22/8).
Dalam pertemuannya dengan Boediono, Bobby mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi insinyur Indonesia. Salah satunya melalui keberadaan Undang-undang Keinsinyuran, yang perlu segera diwujudkan.
Dia menguraikan, hal ini sesuai dengan hasil Kongres XIX PII di Jakarta akhir tahun lalu yang antara lain merekomendasikan pentingnya pengembangan keinsinyuran nasional.
“Kami sampaikan bahwa agar masyarakat terlindungi keselamatannya terhadap praktek keinsinyuran serta untuk memperkuat dan mengembangkan keinsinyuran menghadapi liberalisasi keinsinyuran Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, maka perlu untuk mempercepat diterbitkannya UU Keinsinyuran yang telah diinisiasi oleh DPR,” kata Bobby.
Wakil Presiden Boediono, menurut Bobby, telah menyatakan apresisasinya terhadap upaya PPI untuk meletakkan dasar bagi tercapainya tujuan dalam Rancangan Undang Undang Keinsinyuran. Yakni berkembangnya kebutuhan akan Iptek, agar minat pada keinsinyuran bertambah dan menguatkan daya saing serta kemandirian dalam teknologi.
Berdasarkan catatan PPI, saat ini seluruh insinyur Indonesia diperkirakan tidak lebih dari 600 ribu orang. Angka ini masih sangat jauh dari memadai, yakni hanya 0,26% dari jumlah penduduk Indonesia. Bandingkan dengan di Korea Selatan yang mencapai 5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News