Reporter: Eka Saputra, Muhammad Yazid | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen Negara akhirnya disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (11/10). Kendati masih terdapat beberapa pasal yang kontroversial, semua fraksi di DPR akhirnya menyetujui juga RUU itu.
Salah satu pasal yang kontroversial di beleid ini adalah pasal 31, mengenai kewenangan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melakukan penyadapan dan pemeriksaan aliran dana. Selain itu juga pasal 26 yang menyebutkan setiap orang atau badan hukum dilarang membuka dan/atau membocorkan rahasia intelijen (Lihat KONTAN 10 Oktober 2009).
Pengamat intelijen Mufti Makarim mengatakan kewenanangan BIN untuk melakukan penyadapan membuktikan bahwa ada kesalahan dalam sistem tata aturan hukum di Indonesia. Sebab kewenangan penyadapan seharusnya hanya dimiliki oleh lembaga yang statusnya sebagai penegak hukum.
Ia menegaskan seharusnya BIN cukup meningkatkan koordinasi dengan lembaga penegak hukum atau lembaga lainnya dalam penyelesaian suatu kasus. Misalnya untuk memeriksa aliran dana, BIN tinggal berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Bukan karena BIN kesulitan berkoordinasi dengan lembaga lain, lalu diberikan kewenangan tambahan. Ini kan logika yang salah terhadap produk hukum kita," ujarnya, Selasa (11/10).
Anggota Komisi I DPR Sidarto Danusubroto menjelaskan, kewenangan yang dimiliki BIN merupakan upaya antisipasi pengamanan dan keamanan di dalam negeri. Kewenangan tersebut juga tidak serta merta memberi BIN kekuasaan yang tak terbatas.
Misalnya dalam hal penyadapan, BIN harus meminta persetujuan lebih dulu dari Pengadilan Negeri. Nah saat BIN hendak mengajukan persetujuan penyadapan harus mendapatkan bukti awal yang cukup. "Tanpa bukti awal itu, mereka tidak bisa melakukan penyadapan seperti aparat penegak hukum lainnya seperti KPK, Kepolisian," kata Sidarto.
Sidarto menambahkan BIN juga perlu memiliki kewenanangan pemeriksaan aliran dana dalam sistem perbankan. Tujuannya agar BIN bisa mengendus aliran dana teroris sehingga bisa mencegah aksi para teroris.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, menambahkan kehadiran beleid ini untuk menjaga independensi dan profesionalitas intelijen. “Ancaman terhadap negara saat ini semakin rumit. Nah untuk itu perlu terobosan agar intelijen bisa berperan lebih maksimal, tapi juga profesional, objektif, efektif dan bebas kepentingan politik,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News