Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai perlu untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Kabinet Indonesia Maju. Salah satu menteri yang tengah disorot publik adalah menteri perdagangan.
Sejumlah harga komoditas melambung bahkan stoknya menipis sehingga mengganggu kelangsungan produksi. Sebut saja garam, bawang putih dan gula.
Baca Juga: PPBN meminta pemerintah benahi tata niaga bawang putih
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, sejauh ini belum ada gebrakan yang positif di sektor perdagangan. Padahal Indonesia saat ini tengah dihadapkan gejolak ekonomi global yang tentu akan berpengaruh pada kinerja ekspor.
"Belum ada langkah signifikan yang dilakukan dalam 100 hari pertama. Presiden Jokowi harus mengevaluasi. Kalau banyak menteri yang seperti itu maka harus dievaluasi," kata dia dalam keterangannya, Jumat (21/2).
Menurut Faisal, dalam 100 hari pertama seharusnya Menteri Perdagangan sudah memiliki roadmap perdagangan untuk 5 tahun ke depan dan merinci target-target yang ingin dicapai. "Ini belum kelihatan, karena targetnya masih sama (dengan menteri sebelumnya) yaitu mempercepat kerja sama perdagangan," ungkap dia.
"Menterinya harusnya sudah paham masalah-masalah di perdagangan. Orang yang terpilih menjadi menteri harusnya paham bidangnya. Kalau latar belakangnya berbeda, harusnya cepat mempelajari dari bawahan-bawahannya. Sehingga bisa melakukan langkah yang cepat yang bisa dilakukan dalam 100 hari pertama," lanjut dia.
Baca Juga: Ini langkah Kementan untuk mengantisipasi gejolak harga pangan jelang Ramadan
Sementara terkait dengan masalah kekhawatiran pengusaha akan menipisnya stok garam untuk kebutuhan industri, Faisal menyatakan pemerintah khususnya Menteri Perdagangan harus segera memutuskan pemberian izin impor. Hal ini juga harus disertai dengan adanya data yang akurat agar impor garam yang dilakukan tidak merugikan petani garam lokal.
"Ini bergantung pada akurasi data dan kecepatan eksekusi, pengambilan keputusan.Kalau datanya tidak tepat maka pengambilan keputusan akan terlambat. Soal eksekusi izin, kalau permintaan besar maka harus dipantau terus. Kalau kita memang harus impor karena produksi dalam negeri kurang ya mungkin memang itu yang harus dilakukan," tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News