Reporter: Azis Husaini | Editor: Edy Can
Awalnya, Faisal enggan kembali maju dalam pemilihan Gubernur DKI. Tetapi, hatinya luluh setelah sejumlah aktivis mendesaknya. Kali ini, Faisal mantap memilih jalur independen untuk menuju kursi Gubernur DKI.
Soalnya, saat ini, ia melihat partai politik (parpol) di Indonesia sedang berada di titik nadir. “Masyarakat tidak lagi terlalu berharap kepada parpol untuk menentukan kehidupannya, khususnya di Jakarta,” kata pria kelahiran 6 November 1959 ini.
Untuk menarik dukungan warga Jakarta, Faisal menyiapkan lima program untuk membenahi kota berpenduduk 9,5 juta orang ini. Yang paling utama adalah mengatasi kemacetan lalu lintas yang sudah akut.
Detailnya? Bekas anggota Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) ini berbagi kepada wartawan KONTAN Azis Husaini di markas tim suksesnya di bilangan Gandaria Tengah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa lalu (26/7).
Berikut nukilannya:
KONTAN: Mengapa Anda kembali ingin mencalonkan diri dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta?
Faisal: Tahun 2007 merupakan pelajaran untuk saya. Waktu itu, saya ikut konvensi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dan saya urutan kedua secara nilai, sementara Fauzi Bowo urutan terakhir. Tetapi, mekanisme konvensi tidak berlaku karena yang menentukan tetap Ketua Umum PDI-P. Akhirnya, saya tidak jadi, padahal ketika itu saya berhasil mendapat dukungan dana sebanyak Rp 2 miliar untuk modal awal kampanye saya.
KONTAN: Bukankah setelah itu Anda merapat ke Partai Amanat Nasional (PAN)?
Faisal: Betul, waktu itu saya membawa Rano Karno sebagai pendamping. Tetapi, kata Ketua Umum PAN, saya sudah terlambat. Mereka sudah menggandeng Agum Gumelar. Kalaupun tidak jadi dengan Agum, mereka akan melelang antara Agum dan Fauzi Bowo, siapa yang memberi lebih besar untuk mendapat dukungan PAN. Saya juga pernah dimintai duit sebesar Rp 200 juta untuk uang pendaftaran oleh parpol kecil yang sekarang juga tidak lolos parliamentary threshold atau ambang batas kursi di parlemen.
KONTAN: Itu yang kemudian menjadi alasan Anda memilih jalur independen?
Faisal: Sebenarnya, saya tidak mau maju lagi. Namun, desakan beberapa kalangan aktivis membuat saya sulit menolak. Selama tiga hari saya berpikir sebelum bulat untuk maju. Tetapi, saya maju melalui jalur independen bukan karena kecewa dengan parpol. Yang saya ingin sampaikan bahwa untuk menjadi pemimpin dan terpilih menjadi pemimpin tidak harus dari parpol.
Lagi pula, saat ini, parpol sedang berada di titik nadir. Bahkan, yang paling tidak dipercaya oleh masyarakat sekarang adalah parpol. Jadi, saya lihat, masyarakat tidak lagi terlalu berharap kepada parpol untuk menentukan kehidupannya, khususnya di Jakarta.
KONTAN: Tapi, bukankah akan sulit melawan calon-calon dari parpol?
Faisal: Tentu sulit. Mereka sudah memiliki basis kader yang kuat dan punya cabang di setiap tempat. Jaringan mereka sudah sampai ke tingkat RT (rukun tetangga). Bahkan, maju dengan parpol tak perlu mengurusi soal uang lagi. Jadi, lebih ringan maju lewat parpol karena segala tetek-bengek sudah diurus.
Jalur independen sebetulnya untuk shock therapy bagi parpol. Misalnya saya terpilih, mereka diharapkan bisa berbenah. Kalau di Jakarta gubernurnya independen, ini efeknya bisa nasional. Jadi, parpol bisa berbenah, mengapa mereka tidak disukai masyarakat lagi. Intinya, kita harus mematahkan mitos berpolitik itu dilakukan jika kita sudah kaya.
Saya juga ingin memberikan harapan atau asa baru kepada warga Jakarta bahwa kita masih bisa berubah. Lihat sekarang, bagaimana Foke (panggilan Fauzi Bowo) sulit bergerak karena mungkin saja banyak utang ke parpol pendukung. Kalau saya tidak akan takut menjalankan program nanti lantaran tidak akan ada utang kepada siapapun, kecuali utang kepada warga Jakarta.
Namun, saya tidak ingin membagi-bagikan uang. Saya ingin warga Jakarta menyumbang untuk kemajuan.
KONTAN: Kenapa Anda meminta warga menyumbang?
Faisal: Jika mereka percaya kepada saya untuk mengurus Kota Jakarta, saya berharap bantuan dari warga Jakarta. Saya tidak peduli soal besaran duit yang mereka sumbang, yang saya butuhkan adalah kuantitas penyumbang.
Jangan takut, seluruh uang yang masuk ke rekening saya akan selalu saya informasikan, baik melalui situs jejaring sosial seperti Twitter maupun pengumuman resmi. Jika nanti saya ingkar janji – mudah-mudahan tidak – warga silakan datang menagih ke rumah saya.
Tanggungjawab menjadi gubernur independen memang berat, makanya mesti benar. Sejak saya membuka donasi mulai Sabtu (23/7) dua pekan lalu, sudah ada di rekening lebih dari Rp 10 juta, dan di rekening satu lagi Rp 2 juta. Banyak lagi yang berkomitmen ingin menyumbang. Kalau warga Jakarta mau menyumbang, mereka bisa mentransfer ke rekening saya. Berapa pun akan saya terima.
KONTAN: Butuh dukungan berapa banyak untuk maju sebagai calon independen?
Faisal: Kami harus mengumpulkan kartu tanda penduduk (KTP) 350.000 orang dan formulir satu halaman yang isinya 10 pendukung dan tandatangan mereka. Bahkan, ada kewajiban menggunakan meterai Rp 6.000 untuk setiap berkas dukungan. Jadi, saya menghitung akan mengeluarkan uang sekitar Rp 200 juta untuk biaya administrasi tersebut. Sehingga, tidak mudah maju jadi calon independen. Kami juga harus menghadirkan pendukung di tiap lokasi pemungutan suara.
KONTAN: Program-program apa saja yang Anda tawarkan dalam kampanye?
Faisal: Ada lima, utamanya soal kemacetan. Saya tidak mengklaim sebagai ahlinya. Saya akan menghimpun para ahli untuk merumuskan tata kota yang ideal, sehingga Jakarta tidak macet. Contoh, yang sudah saya pikirkan soal revitalisasi rel keretaapi di sekeliling Jakarta. Dulu, Belanda pernah membangun rel keretaapi dengan bentuk memutar. Nanti, TransJakarta atau busway akan menjadi jari-jarinya yang menghubungkan ke monorel yang terletak di tengah kota.
Kemudian, ruang terbuka hijau (RTH) untuk mencegah banjir, masalah air bersih, dan limbah. Prioritas berikutnya adalah efisiensi anggaran dan reformasi birokrasi. Kemudian, berikutnya, membangun kebersamaan dan berbagi dengan daerah lain. Jadi, lima program ini saling berkaitan ujungnya.
KONTAN: Untuk mengatasi kemacetan, Anda yakin bisa mengubah perilaku orang dalam berkendara?
Faisal: Nantinya, orang berkendara hanya sampai ke stasiun kereta. Namun, produsen kendaraan bermotor jangan takut. Penjualan mobil dan sepeda motor akan terus meningkat seiring tumbuhnya daerah-daerah di sekeliling Jakarta.
Sejarah membuktikan, penjualan mobil dan motor tidak akan turun karena adanya transportasi massal yang baik. Tengok saja negara-negara di Eropa, Amerika Serikat, dan Singapura. Yang akan terjadi paling perubahan pola membeli mobil. Kalau dulu mobil jenis multi purpose vehicle (MPV), sekarang jadi city car.
Saya juga ingin Jakarta menuju go green. Untuk itu, kalau saya terpilih, nanti akan meniru kebijakan di Australia, pengguna mobil hybrid tidak akan kena three in one.
KONTAN: Butuh berapa lama untuk mewujudkannya?
Faisal: Untuk yang jangka panjang atau transportasi antarmoda, saya menjanjikan tiga tahun bisa selesai. Kemudian yang jangka pendek, yang menghapus belokan di setiap jalur, akan langsung saya lakukan begitu terpilih nanti.
KONTAN: Bagaimana cara Anda mendapatkan dana untuk membangun infrastruktur transportasi?
Faisal: Saya akan melakukan efesiensi anggaran dengan cara membeli mobil dinas tidak lebih dari Rp 300 juta per unit dan anggaran seragam dinas tak perlu miliaran rupiah. Jadi, mulai dari efesiensi yang kecil-kecil dulu dan mudah-mudahan nanti berlanjut ke efesiensi anggaran yang lebih besar.
KONTAN: Lalu, kebijakan fiskal seperti apa yang akan Anda terapkan?
Faisal: Masih dalam kajian, tetapi kalau terpilih, saya akan memberlakukan pajak bahan bakar minyak (BBM). Jadi, bukan pajak untuk kendaraannya, mereka mau punya dua atau tiga mobil tidak apa-apa dan tidak dikenai pajak progresif. Modelnya, pajak akan dikenakan kepada para pengguna kendaraan bermotor yang paling sering berkendara di Ibukota.
Ada juga pajak perseorangan sebesar 20%, yaitu pajak orang kaya. Saya menghitung, ada sekitar Rp 15 triliun per tahun yang masuk ke kas daerah kalau kami menerapkan pajak perseorangan. Intinya, dapat duit di Jakarta mudah sekali sehingga saya enggak khawatir soal pendapatan.
Selengkapnya, baca Tabloid KONTAN edisi 1-7 Agustus 2011
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News