Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi yang masuk ke Indonesia selama ini dinilai kurang mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Hal itu dikatakan Ekonom Senior INDEF Faisal Basri.
Faisal mengatakan, meski investasi mencapai target yang dipatok pemerintah, tetapi modal yang ditanam di Indonesia lebih banyak berbasis fisik, sehingga kurang menciptakan keberlanjutan ekonomi.
Bahkan, ia menganalogikan, investasi yang masuk ke Indonesia kebanyakan investasi berbasis "otot," bukan berbasis "otak."
"Ya, tidak menolak investasi berbasis 'otot' tersebut, tetapi baiknya investasi yang masuk diiringi dengan suntikan 'otak' dalam bentuk investasi bidang IT, non IT, maupun riset dan pengembangan," tutur Faisal dalam diskusi publik secara daring, belum lama ini.
Faisal pun mengutip data Asia Productivity Organization tahun 2022. Dari data tersebut, 83% investasi yang masuk ke Indonesia pada tahun 2020 berkaitan dengan konstruksi dan bangunan.
Kemudian 10% investasi yang masuk berupa modal untuk non IT, 4% investasi berkaitan dengan pembangunan transportasi, dan 3% di bidang IT.
Dari data tersebut, tidak ada investasi yang masuk yang berkaitan dengan riset dan pengembangan atau research and development (R&D).
Inilah yang ia sayangkan. Pasalnya, penanaman modal di bidang R&D akan memperkuat keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Faisal juga mengutip data Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) tahun 2022, nilai R&D Indonesia hanya 17,5 atau memegang peringkat 115 dari 132 negara.
"Kalau perkembangan R&D jelek, maka kemampuan inovasi akan jelek. Sehingga bisa saja Indonesia makin tidak berdaya saing," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News