Reporter: Widyasari Ginting | Editor: Herlina Kartika Dewi
JAKARTA. Melambatnya ekspor ternyata berdampak pada penerimaan bea cukai. Buktinya, hingga Mei 2014 realisasi penerimaan bea cukai baru Rp 66 triliun atau 38,78% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 sebesar Rp 170,19 triliun. Realisasi bulan Mei ini juga hanya sebesar 93,07% dari target bulan Mei 2014 yang direncanakan sebesar Rp 70,91 triliun.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Susiwijono Moegiarso mengatakan, rendahnya realisasi penerimaan bea cukai ini merupakan imbas dari melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satu indikasi perlambatan ekonomi ini bisa terlihat dari aktivitas perdagangan seperti ekspor yang melorot drastis.
Selain dari cukai, penerimaan perdagangan internasional juga bersumber dari bea masuk dan bea keluar. "Penurunan ekspor saat ini cukup tinggi. Ekspor mineral misalnya, yang biasanya masuk tiga besar sekarang 20 besar saja tidak masuk," jelas Susiwijono, akhir pekan lalu.
Berdasarkan data DJBC, per akhir Mei 2014 penerimaan bea keluar (BK) Rp 5,66 triliun atau 28,35% dari target yang dipatok di APBN 2014 yang sebesar Rp 19,97 triliun. Bila dibandingkan dengan target yang dipatok per Mei 2014, realisasi penerimaan bea masuk ini baru 68,04%.
Selama ini, penerimaan pos perdagangan internasional khususnya bea keluar, sebagian besar berasal dari bea keluar ekspor komoditas seperti minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan mineral mentah. Tapi, lantaran permintaan ekspor dan harga komoditas ini melemah, maka penerimaan BK juga ikut melorot.
Padahal, semula pemerintah memprediksikan, tahun ini ekspor komoditas seperti CPO bakal membaik seiring pulihnya permintaan dunia. Tapi nyatanya, hingga April ekspor CPO masih loyo. Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) menyebut, pada April 2014 ekspor CPO dan produk turunannya hanya 1,38 juta ton, turun 22,9% dari Maret 2014.
Sementara realisasi penerimaan bea masuk sedikit lebih baik. Per akhir Mei 2014 realisasi penerimaan bea masuk (BM) baru Rp 12,70 triliun atau 37,43% dari target APBN 2014 sebesar Rp 33,93 triliun. Realisasi penerimaan BM ini juga masih di bawah target yang dipatok hingga Mei 2014 sebesar Rp 14,14 triliun.
Meski penerimaan dari perdagangan internasional tak memuaskan, tapi realisasi penerimaan cukai masih lumayan bagus. Per akhir Mei 2014 realisasi penerimaan cukai sekitar Rp 47,63 triliun atau 40,97% dari target APBN 2014 sebesar Rp 116,28 triliun. Bila dibanding dengan target yang dipatok hingga Mei 2014, realisasi penerimaan cukai tersebut mencapai 98,32%.
Susiwijono merinci, dari total penerimaan cukai hingga Mei 2014 sebagian besar disumbang oleh cukai hasil tembakau yakni sebesar Rp 46,12 triliun. Sisanya, masing-masing berasal dari cukai alkohol (ethyl alkohol) Rp 83,33 miliar dan cukai minuman mengandung ethyl alkohol (MMEA) Rp 2,24 triliun.
Meski realisasi minim, tapi Susiwijono yakin DJBC masih bisa mencapai target penerimaan bea cukai meski pemerintah menaikkan target penerimaan bea cukai Rp 2,1 triliun dalam rancangan APBN Perubahan (RAPBNP) 2014 menjadi Rp 172,3 triliun. Sebab, "Penerimaan cukai masih tinggi, sehingga kami masih optimistis," katanya.
Susiwijono bilang, tambahan target penerimaan bea cukai di RAPBNP 2014 sebesar Rp 2,1 triliun, nantinya sekitar Rp 900 miliar-Rp 1 triliun akan digenjot dari penerimaan cukai terutama cukai hasil tembakau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News