Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan barang kembali surplus pada September 2022, meski menyusut dari surplus pada bulan sebelumnya. Bila menilik ke belakang, neraca perdagangan Indonesia telah mencetak surplus selama 29 bulan berturut-turut.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memandang, masih ada potensi neraca perdagangan mencetak keuntungan. Namun, ke depan nilai surplus akan berkurang.
"Kekhawatiran resesi global yang bersumber dari lonjakan inflasi, bisa melemahkan permintaan global ke depan. Selain itu, normalisasi harga-harga komoditas juga bakal berlanjut, sehingga ini akan melemahkan kinerja ekspor," terang Faisal kepada Kontan.co.id, Senin (17/10).
Di sisi lain, kinerja impor mungkin meningkat, di tengah percepatan pemulihan ekonomi yang menunjukkan membaiknya permintaan domestik. Kenaikan impor akan terlihat di impor bahan baku dan barang modal.
Baca Juga: Ekspor Batubara ke Uni Eropa Naik, Tertinggi dalam Empat Tahun Terakhir
Selain itu, pelonggaran PPKM dan meningkatnya mobilitas masyarakat, juga berpotensi meningkatkan impor minyak untuk kebutuhan bahan bakar.
Senada dengan Faisal, Ekonom Bank Danamon Irman Faiz juga memandang risiko resesi global pada tahun 2023 berpotensi menekan kinerja neraca perdagangan barang Indonesia. Pasalnya, potensi resesi global akan menekan harga komoditas secara signifikan dan loyonya permintaan dari negara lain.
“Risiko resesi akan menekan harga komoditas pada tahun depan, meski memang masih di atas pra Covid-19. Selain itu, volume perdagangan akan termoderasi, serta biaya pengiriman tahun depan akan meningkat,” terang Faiz.
Dari perspektif volume, negara mitra dagang Indonesia seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan, seiring dengan pengetatan kebijakan moneter yang memberi dampak pada pertumbuhan.
Baca Juga: Neraca Perdagangan Indonesia September 2022 Surplus US$ 4,99 Miliar
Di sisi lain, kinerja impor diperkirakan makin meningkat pada tahun depan. Sebenarnya, pada paruh pertama tahun ini, kegiatan impor sudah makin menggeliat, terutama untuk impor konsumsi barang tahan lama seperti peralatan rumah dan pakaian.
“Impor ini mengindikasikan aktivitas konsumsi terkait konsumsi barang tahan lama sudah meningkat. Ini juga akan memoderasi surplus neraca perdagangan ke depan,” tambah Faiz.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News