Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan menargetkan pembiayaan utang dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 yang bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN) neto yang direncanakan sebesar Rp 991,3 triliun atau turun 0,2% jika dibandingkan dengan outlook APBN tahun 2021 sebesar Rp 992,9 triliun.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, salah satu risiko bagi keuangan negara dari diterbitkannya SBN sebanyak itu adalah kebutuhan akan permintaan SBN pemerintah yang harus relatif tinggi di 2022.
Padahal, menurutnya, Bank Indonesia saja cenderung mulai akan mengurangi likuiditas secara gradual di 2022. Untuk itu, dibutuhkan akselerasi dari pemulihan ekonomi mulai dari tahun ini agar, premi risiko dari Indonesia berkurang.
Baca Juga: Ekonom: Utang Indonesia masih aman, pemerintah harus mempercepat pemulihan ekonomi
“Jika premi risiko berkurang maka SBN dapat menjadi instrumen keuangan yang lebih atraktif bagi investor asing,” ujar Josua kepada Kontan.co.id, Kamis (19/8).
Selain itu, Ia menilai penerbitan SBN tersebut sejalan dengan kebutuhan pemenuhan defisit yang masih relatif tinggi sebesar Rp 868 triliun. Menurutnya bila dibandingkan dengan proyeksi di tahun 2021, nilai pembiayaan defisit melalui SBN cenderung turun sebesar 0,15%.
Dia menilai, tidak terlalu berubahnya pendanaan SBN disebabkan oleh target pemerintah untuk mengurangi pembiayaan non-SBN, di mana pemerintah menargetkan net pinjaman sebesar -Rp17,7 triliun.
“Hal ini memberikan sinyal bahwa pemerintah akan sangat bergantung dengan pembiayaan SBN di tahun depan,” pungkasnya.
Selanjutnya: Upaya Kemenkeu menekan jumlah pengangguran di bawah 6% tahun ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News