Reporter: Abdul Basith | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pemerintah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutup defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan keuangan negara.
Kementerian Keuangan (Kemkeu) sendiri, sampai saat ini masih menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengetahui pasti berapa jumlah dana yang harus disuntikkan.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, audit BPKP atas BPJS Kesehatan untuk mengetahui nilai defisit program JKN yang mesti ditutup APBN. "Tujuannya untuk melihat secara detil tagihan yang sudah dibayarkan pemerintah hingga bulan Juli kemarin dan komponennya," ujarnya, Kamis (9/8). Pemerintah juga akan melihat pola penggunaan anggaran BPJS Kesehatan. Itu untuk melihat tren masyarakat menggunakan fasilitas kesehatan.
Menkeu bilang, pemerintah akan menjaga pelayanan kesehatan ke masyarakat. "Menteri Kesehatan sudah memberitahukan beberapa langkah mengenai standarisasi layanan kesehatan," ujar Sri tanpa mengatakan lebih lanjut.
Penggunaan APBN dipilih dari sejumlah opsi menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan. Apalagi tahun ini, diperkirakan defisit akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Tahun 2017, defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp 9 triliun, maka tahun ini diperkirakan akan mencapai Rp 12 triliun. Bahkan karena menurut BPJS Watch, hingga 31 Mei 2018 defisit sudah mencapai Rp 4,85 triliun.
Untuk mengatasi defisit, Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya meminta BPJS Kesehatan melakukan efisiensi layanan. "Bukan mengurangi, tapi mengefisienkan layanan," ujarnya. Permintaan efisiensi layanan BPJS Kesehatan merupakan keputusan rapat antara Presiden Jokowi dengan sejumlah menteri.
BPJS Kesehatan juga diharap melakukan pembenahan manajemen dan memperbaiki pengelolaan anggaran, bukan menurunkan layanan. Terkait layanan, sejumlah pihak seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah mendesak pencabutan Peraturan Direksi Jaminan Pelayanan No 2,3, dan 5 yang mengatur tata cara penanganan katarak, persalinan, dan rehabilitasi medik.
Atas desakan itu Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, BPJS Kesehatan akan tetap menjalankan aturan sambil menunggu audit BPKP. Sebab aturan itu dibuat untuk efisiensi. "Iya, keputusannya posisi status quo sampai minggu depan," ujarnya. BPJS Kesehatan mengklaim dapat menghemat pengeluaran Rp 360 miliar dengan aturan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News