kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.866.000   -20.000   -1,06%
  • USD/IDR 16.549   -6,00   -0,04%
  • IDX 7.059   79,06   1,13%
  • KOMPAS100 1.024   12,18   1,20%
  • LQ45 798   11,34   1,44%
  • ISSI 222   1,58   0,72%
  • IDX30 416   6,84   1,67%
  • IDXHIDIV20 491   8,63   1,79%
  • IDX80 115   1,37   1,20%
  • IDXV30 117   0,85   0,73%
  • IDXQ30 136   2,16   1,62%

Dua Asosiasi Beda Pendapat Soal Impor Daging Brazil


Selasa, 08 September 2009 / 15:43 WIB
Dua Asosiasi Beda Pendapat Soal Impor Daging Brazil


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Kalangan pengusaha peternakan dan makanan berbeda pendapat soal aturan impor daging sapi dari Brazil yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian beberapa waktu lalu.

Dua pelaku usaha yang beda pendapat itu tergabung dalam asosiasi Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) dan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi).

“Kami tetap pada posisi menolak impor daging Brazil dan kami akan mengajukan peninjauan ulang,” kata Ketua umum PPSKI, Teguh Boediyana saat buka bersama di Departemen Perdagangan, Senin (7/9). Namun, berbeda dengan asosiasi makanan dan minuman yang menilai bahwa impor daging sapi itu akan menguntungkan pelaku industri.

“Masalahnya, sapi yang ada sekarang tidak mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri,” kata Ketua umum Gapmmi, Thomas Darmawan di kesempatan yang sama. Thomas menjelaskan, kalau dirinya sangat mendukung kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian No 3026/2009 soal impor daging dari Brazil tersebut.

Dijelaskan Thomas, kebutuhan daging secara nasional mencapai 600 ribu ton per hari, termasuk daging kambing. Sedangkan ketersediaan daging sapi diperkirakan Thomas hanya 300 ribu ton saja. “Nah, kekurangan itu yang kita impor,” kata Thomas.

Selain soal ketiadaan stok daging di dalam negeri, Thomas beralasan daging dari Brazil lebih murah dibanding daging dari negara lainnya. Thomas bilang, dengan mengimpor daging dengan harga kompetitif, akan mampu meningkatkan daya saing industri makanan yang menggunakan daging di dalam negeri.

Namun dirinya mengigatkan, soal standar kesehatan dan keamanan tetap diperhatikan sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah maupun standar kesehatan dunia. “Mutu tetap harus dijaga,” kata Thomas. Namun, logika yang disampaikan Thomas tersebut dibantah oleh Teguh Budiyana yang menilai Brazil belum bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Menurut Teguh, jika impor dilakukan maka Indonesia membuka diri dari masuknya bibit penyakit PMK. Bibit penyakiut tersebut bisa mengancam ternak sapi yang ada di Indonesia dan selama ini bebas dari virus PMK. “Nah, Indonesia belum memiliki prosedur standar untuk melakukan tanggap darurat jika ada sapi yang terinfeksi PMK,” jelas Teguh.

Teguh masih berharap, agar pemerintah tetap mencari sumber daging dari negara yang sudah dinyatakan bebas dari penyakit PMK. “Jumlah negaranya itu ada 60 negara, kenapa harus impor dari Brazil,” khawatir Teguh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Thrive

[X]
×