Reporter: Andri Indradie, Pratama Guitarra, Silvana Maya Pratiwi , Tedy Gumilar | Editor: Tri Adi
Sejak dulu mengabdi di korporasi, Rini Soemarno memang terkenal sebagai sosok yang gesit. Kini, kesigapannya tetap terjaga seolah tak termakan usia.
Sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kegesitan Rini kembali terlihat. Bukan cuma mendorong perusahaan pelat merah berkongsi dengan BUMN China menggelar proyek kereta cepat Jakarta–Bandung, Rini juga bergerak cepat mengonsolidasikan BUMN untuk mengambil-alih 10,64% saham PT Freeport
Indonesia.
PT PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) ditunjuk untuk menjadi perwakilan pemerintah. Pada Oktober 2015, Menteri BUMN sudah melayangkan surat komitmen kesiapan dua BUMN tersebut untuk mengambil saham Freeport kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Bank-bank BUMN juga sudah menunjukkan minat membiayai pengambilalihan saham tersebut.
Belakangan, 8 Januari 2016, empat BUMN pertambangan meneken MoU. Intinya, Antam dan Inalum serta PT Bukit Asam Tbk, juga PT Timah Tbk sepakat untuk saling bahu-membahu, bersinergi, dan menyatukan kekuatan untuk pengembangan dan peningkatan usaha, hilirisasi, termasuk menggarap potensi investasi bersama-sama. Rini hadir sebagai saksi utama.
Gerak-cepat BUMN ini agak di luar pakem. Merujuk pada ketentuan Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014, Freeport mengajukan penawaran divestasi ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai pemangku sektoral.
Lantas, dilakukan kajian lintas kementerian untuk menilai penawaran divestasi tersebut. “Pemerintah bisa menunjuk penilai independen untuk menilai harga penawaran tersebut,” kata Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.
Namun, keputusan sahamnya jadi dibeli atau tidak, ada di tangan Menteri Keuangan (Menkeu) sebagai bendahara negara. Kalau pusat tak berminat, ditawarkan lagi ke daerah. Lalu ke BUMN, BUMD, hingga swasta nasional secara berurutan.
Pemerintah sendiri sudah memberi tanda tidak akan mengambil saham Freeport dengan duit negara. Di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 tidak tertera satu rupiah pun alokasi untuk itu. Lantas, bagaimana dengan rancangan APBN Perubahan 2016, apakah pemerintah berencana menyiapkan anggaran untuk menyerap saham divestasi Freeport? “Tidak ada,” kata Menkeu Bambang Brodjonegoro.
Gerak cepat Kementerian BUMN didorong oleh keinginan agar kepemilikan dan manfaat yang diterima pemerintah dari Freeport lebih besar dari sebelumnya. “Kalau memang ada divestasi, kami diberikan kesempatan membeli saham yang akan di divestasi itu,” katanya.
Lagipula, sekarang dinilai waktu yang tepat untuk mengambil sebagian saham Freeport. Harga komoditas yang anjlok membikin kinerja keuangan dan harga saham Freeport McMoran, induk PT Freeport Indonesia, ancur-ancuran.
Soal pendanaan, Inalum cukup percaya diri. Merujuk penawaran Freeport, angkanya mencapai US$ 1,7 miliar. “Kami punya dana tunai US$ 400 juta dan total aset US$ 1,1 miliar,” ujar Direktur Keuangan Inalum, Oggy A. Kosasih.
Sementara Antam mengaku keuangan internalnya memang tidak mencukupi seluruh kebutuhan divestasi. Apalagi tahun ini BUMN itu juga mulai menjalankan proyek pengembangan dan perluasan pabrik feronikel di Halmahera Timur, Maluku. Sumber dananya dari Penyertaan Modal Negara (PMN) 2015 sebesar Rp 3,5 triliun.
Meski begitu, dukungan dari berbagai lembaga keuangan membuat keduanya yakin bisa ikut mencuil saham Freeport. Belum lagi tambahan kekuatan dari Bukit Asam dan PT Timah yang sudah lebih dulu digalang juga bisa menjadi pendukung. “Sudah banyak yang mendekati Antam untuk men-support. Ada institusi keuangan yang siap,” ujar Sekretaris Perusahaan Antam Tri Hartono.
Dari sisi operasional tambang, Antam mengaku sangat siap karena berpengalaman menggarap tambang emas bawah tanah. Proses pengolahan di hilir juga sudah menjadi mainan Antam sehari-hari lewat divisi Logam Mulia. “Dulu, kan, Freepot belajarnya di tambang Cikotok,” imbuhnya.
Kini BUMN cuma menanti penugasan resmi dari pemerintah. Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro menyebut, sampai kini belum ada respon dari Kemkeu dan Kementerian ESDM.
Papua tidak diajak?
Proposal penawaran divestasi dari Freeport sudah diterima Kementerian ESDM. Pemerintah tidak menyiapkan anggaran, tapi BUMN siap menjadi representasi kehadiran negara di Freeport. Kalau sudah begini, apakah transaksi 10,64% saham Freeport Indonesia bakal berjalan mulus? Belum tentu.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua juga berminat memiliki saham Freeport. Hasrat Papua sudah muncul paling tidak sejak 2009. Kala itu Papua ingin mengambil 9,36% saham Freeport yang dulu dimiliki PT Indocopper Investama. Indocopper adalah perusahaan milik Grup Bakrie.
Setelah regulasi baru, yakni PP 77/2014 terbit, keinginan ini kembali menyala. Awal Februari tahun lalu, Gubernur Papua Lukas Enembe menyambangi kantor Kementerian ESDM di Jakarta untuk kembali menegaskan minatnya.
Keinginan itu, kata Juru bicara Gubernur Papua Lamadi de Lamato, sampai detik ini juga tak sedikit pun surut. Beberapa skema sudah dibahas dan dikonsep, termasuk menggunakan Badan Usaha Milik Daerah Papua untuk melancarkan aksi tersebut. Cuma sampai saat ini pembicaraan di daerah belum mencapai titik final. Termasuk, porsi saham yang akan diambil dan sumber pendanaan.
Pemprov Papua kini lebih berhati-hati setelah kasus “papa minta saham” meledak. “Dengan kasus Setya Novanto, kami lebih hati-hati bicara soal Freeport. Jangan sampai Papua dipunggungi dan malah tidak dapat apa-apa,” tegasnya.
Sikap itu cukup beralasan. Berbagai perkembangan terbaru di Jakarta terkait Freeport berlalu tanpa diketahui pemprov Papua. Termasuk keinginan BUMN mengambil saham divestasi Freeport.
Kata Lamadi, tak usah jauh-jauh ke urusan sepenting divestasi. Kunjungan kerja tiga menteri ke Freeport di Timika September tahun lalu saja dilakukan tanpa pemberitahuan ke pemerintah daerah setempat.
Yang berkunjung kala itu Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri ESDM, dan Menteri Bappenas Sofyan Jalil. “Urusan Freeport, Jakarta menganggap kami tak tahu apa-apa. Ini membuat Papua sering tersinggung,” kecam Lamadi.
Aloysius sendiri tak menutup pintu atas keinginan pemprov Papua. Kemungkinan kongsi BUMN juga menggandeng pemprov Papua bisa saja terjadi. “Tinggal nanti dibicarakan seperti apa skema mengakomodasi-nya,” ujarnya.
Yang menarik, Menkeu sendiri malah mengaku belum tahu apakah permintaan pemprov Papua akan diakomodir atau
tidak. “Saya tidak terinfo soal itu,” kata Bambang.
Terus, nasib Papua gimana dong?
Laporan Utama
Minggguan Kontan No. 17-XX, 2016
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News