Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -JAKARTA --Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengapresiasi direksi PT Pertamina yang berhasil mengatasi ancaman mogok kerja oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Sehingga, sejumlah risiko hambatan pada aktivitas bisnis Pertamina yang sempat menghantui jika mogok kerja benar terjadi akhirnya terselesaikan.
"Saya sangat mengapresiasi usaha direksi, karena Pertamina sendiri pun sedang melakukan konsolidasi yang memerlukan semuanya fokus bersatu," kata Sugeng, dalam penjelasanya, di Jakarta, Senin (3/1).
Pertamina, lanjut Sugeng, memang sedang menghadapi tantangan, baik dari internal maupun eksternal. Faktor internal yang menjadi tantangan adalah menyangkut tata kelola. Karena, Pertamina menjadi holding dan sub holding yang kemungkinan akan melaksanakan IPO.
“Urusan itu saja belum selesai, cukup rumit karena menyangkut berbagai hal agar tidak bertentangan dengan konstitusi dan sebagainya. Sebab itu, dalam keadaan seperti ini memerlukan semuanya fokus bersatu," imbuh Sugeng.
Adapun, tantangan eksternal bagi Pertamina adalah harga minyak mentah yang fluktuatif. Jika harga minyak mentah terus berada di atas level US$70 per barel, maka di hilir berpotensi merugi sekitar Rp 40 triliun setahun.
Di hulu pun sedang mengalami persoalan, yakni Pertamina harus membuktikan bahwa blok-blok yang kembali ke tangan mereka dapat dikelola dengan baik. Salah satunya adalah Blok Rokan.
Jadi, Pertamina sedang bergulat dengan persoalan-persoalan faktor eksternal maupun internal yang luar biasa besar. Oleh sebab itu, semua pihak harus ke sana arahnya.
Sugeng sangat menyayangkan atas rencana aksi mogok kerja yang sempat diambil FSPPB. Sebab, jika ancaman tersebut benar-benar terjadi, jelas dapat menganggu aktivitas perusahaan.
Politisi partai Nasdem ini juga merasa tak habis pikir terhadap desakan FSPPB meminta kenaikan gaji di tengah kondisi yang masih sulit seperti sekarang. Menurutnya, langkah FSPPB tersebut tidak bijak. Hal ini mengingat gaji pegawai Pertamina sudah sangat tinggi jika dibandingkan dengan pegawai BUMN lain.
“Menuntut kenaikan gaji di saat kondisi seperti ini adalah sebuah aspirasi yang tidak bijak dan kurang memiliki empati,” ujar Sugeng.
Ke depan, Sugeng meminta FSPPB mau mengedepankan mekanisme yang ada dan tidak lagi mengancam melakukan aksi mogok kerja, karena hal itu akan menjadi preseden buruk bagi BUMN.
Menurut Sugeng, semua ada mekanismenya. Sejauh semuanya transparan, akan bisa dilalui mekanismenya.
"Tapi, kalau sudah transparan kemudian masih ada saja yang ancam-ancam, tentu akan ada mekanismenya juga lah,” katanya, menegaskan.
Serikat Pekerja Pertamina ini pun diingatkan agar tidak menjadi suatu gerakan politik yang saling berhadapan dengan manajemen atau direksi. Seharusnya, FSPPB mendorong anggotanya untuk lebih meningkatkan kapasitas, agar bisa berkontribusi lebih baik bagi perusahaan dan negara.
“Jadi, harus memberi manfaat positif buat perusahaan, bukan malah menjadi kekuatan politik yang vis a vis berhadapan dengan manajemen atau direksi. Itu cara berpikir yang salah dari tata kelola serikat pekerja, terlebih dalam situasi seperti ini," tandas Sugeng.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News