Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemusatan izin pengelolaan hutan oleh pemerintah pusat sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Kehutanan menuai gugatan dari para kepala daerah.
Sejumlah kepala daerah yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) telah mengajukan gugatan uji materi atau judicial review atas beleid tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka mempermasalahkan enam pasal dalam aturan ini, yakni pasal 4 ayat 2, pasal 5 ayat 3 dan 4, pasal 8 ayat 1, pasal 19 ayat 1 dan 2, pasal 50 ayat 3 huruf g, dan Pasal 66 ayat 1, 2 dan 3 karena bertentangan dengan UUD 1945.
Pertentangan dengan UUD 1945 ini antara lain dilihat dari ketentuan dalam Pasal 4 ayat 2 UU Kehutanan yang mengatur penguasaan hutan oleh negara. Dengan pemberlakuan ketentuan tersebut, apalagi ditambah ketentuan yang terdapat pada Pasal 4 ayat 1 UU Kehutanan yang memberi wewenang kepada pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurusi segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, pasal ini telah menghilangkan kewenangan daerah di sektor kehutanan.
Bahkan, ketentuan tersebut juga bertentangan dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Di dalam UU Pemda dinyatakan bahwa penanganan masalah kehutanan bukan kewenangan pemerintah pusat. Kewenangan pemerintah pusat telah dibatasi pada urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, fiskal, nasional serta agama. Namun dalam UU Penataan Ruang dinyatakan bahwa setiap daerah wajib membuat Peraturan Daerah (Perda) soal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masing-masing, termasuk wilayah hutan.
Substansi permohonan uji materi oleh APKASI ini sebenarnya tidak ditolak MK. Dalam sidang putusan yang digelar Kamis (6/11) kemarin, Hakim Konstitusi, Mohammad Alim menyatakan bahwa APKASI tidak mempunyai kedudukan hukum untuk menguji materi beleid ini.
Alasannya, APKASI selaku organisasi kepala daerah tidak mengalami kerugian atas berlakunya ketentuan tersebut. APKASI bukan kepala daerah dan tidak mendapat kuasa hukum yang sah dari kepala daerah yang bersangkutan. "Menimbang, karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan, maka pokok permohonan tidak dipertimbangkan," kata Alim.
Atas putusan ini, Bayu bilang kliennya tidak akan menyerah dengan memperbaiki kedudukan hukum untuk menguji kembali pasal-pasal dalam UU kehutanan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News