kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.503.000   7.000   0,47%
  • USD/IDR 15.511   28,00   0,18%
  • IDX 7.760   25,02   0,32%
  • KOMPAS100 1.205   3,50   0,29%
  • LQ45 961   2,42   0,25%
  • ISSI 234   1,13   0,48%
  • IDX30 494   1,12   0,23%
  • IDXHIDIV20 593   1,74   0,29%
  • IDX80 137   0,38   0,27%
  • IDXV30 142   -0,50   -0,35%
  • IDXQ30 164   0,08   0,05%

Developer wajib penuhi hunian berimbang


Senin, 09 Juli 2012 / 06:41 WIB
Developer wajib penuhi hunian berimbang
ILUSTRASI. Bendera China dan AS berkibar di dekat Bund, sebelum delegasi perdagangan AS bertemu dengan rekan-rekan China mereka untuk mengadakan pembicaraan di Shanghai, Cina 30 Juli 2019.


Reporter: Adisti Dini Indreswari, Dadan M. Ramdan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pengembang perumahan tak bisa lagi mengelak dari kewajiban membangun hunian berimbang. Lewat Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10/2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang Pemerintah sudah menetapkan, rasio hunian berimbang 1:2:3. Beleid ini berlaku sejak 7 Juni 2012.

Kelak, pengembang yang akan membangun satu unit rumah mewah, harus pula membangun dua unit rumah menengah, dan tiga unit rumah sederhana. Ketentuan baru itu lebih enteng dari yang lama. Sebelumnya, rasio hunian berimbang adalah 1:3:6 Beleid ini berlaku bagi pengembang yang ingin membangun minimal 50 unit rumah. Pengembang rumah susun pun juga terkena ketentuan ini. Mereka minimal harus menyediakan hunian berimbang untuk rumah susun umum minimal 20% dari total luas lantai rusun komersial yang dibangun. Nah, rusun umum itu bisa dibangun secara terpisah tapi harus dalam satu kota.

Hazadin Tende Sitepu, Deputi Bidang Pengembangan Kawasan Kementerian Perumahan Rakyat (Kempera), menjelaskan, bagi proyek properti yang sedang berjalan, masih berlaku ketentuan lama. Tapi kalau akan mengembangkan proyek baru, mereka harus tunduk pada beleid baru ini. Permenpera ini memang tak mengatur sanksi bagi pengembang yang melanggar. Tapi, bukan berarti tak ada sanksi sama sekali.

Menurut Hazadin, sanksinya mengacu pada Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Sanksinya mulai peringatan tertulis, pencabutan izin usaha, pencabutan insentif, sampai penutupan lokasi. Bahkan ada ancaman bui dan pidana denda sebesar Rp 5 miliar. Selama ini, kata dia, pelaksanaan pola hunian berimbang nyaris tidak berjalan, sehingga perumahan bagi rakyat kecil terabaikan. Selain alasan kesulitan mencari lahan, umumnya pengembang besar khawatir gengsinya turun bila harus membuat rumah kelas rakyat.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo menyambut baik peraturan hunian berimbang ini. "Tinggal pemerintah konsisten atau tidak," ujarnya. Ia pun meminta pemerintah jangan hanya menekan pengembang, tetapi juga konsisten dalam memberi perizinan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM) Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet

[X]
×