kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Darurat, pemerintah perlu plan B untuk pajak


Rabu, 13 September 2017 / 16:57 WIB
Darurat, pemerintah perlu plan B untuk pajak


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID -  Dari awal tahun sampai 31 Agustus 2017, realisasi penerimaan pajak baru mencapai 53,5% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 sebesar Rp 1.283,57 triliun. Sementara pencapaiannya hanya Rp 685,6 triliun atau tumbuh 10,23% dibandingkan tahun lalu.

Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Prijo Handojo melihat, posisi penerimaan pajak yang masih 53,5% dari target ini memerlukan tindakan yang cepat dari pemerintah. Kondisi ini, menurutnya, sudah tergolong darurat untuk pengamanan penerimaan pajak tahun ini.

Maka dari itu, menurut Prijo, pemerintah memerlukan plan B untuk mengamankan penerimaan. Ia mengatakan, ide yang bisa dilakukan oleh pemerintah ialah membuka “second window” atau pengampunan sanksi terhadap wajib pajak yang belum jujur ikut amnesti pajak atau tidak ikut amnesti pajak.

“Ini ide yang baik, karena masyarakat baru sadar sekarang bahwa pemerintah sangat serius. Dan kalau akan ikut tax amnesty sudah terlambat. Dari pada membayar 30% + 48% x 30% = 45% (Tarif PPh perorangan 30% denda 2% perbulan dengan maksimum 24 bulan), mendingan membayar 30%. Apalagi yang ikut amnesty-nya tidak full terancam 200%,” kata Prijo kepada KONTAN, Rabu (13/9).

“Saya yakin bila fasilitas ini diberikan pesertanya akan banyak,” lanjutnya.

Soal keadilan bagi wajib pajak yang sudah ikut amnesti pajak, menurut Prijo, mereka sudah menikmati tarif yang rendah, yakni tebusan sebesar 2% sampai 10%. Namun demikian, peserta yang ikut amnesti pajak juga hanya sedikit, yakni 1 juta dari 42 juta wajib pajak.

“Keadilan jangan terlalu dipikirkan. Masalahnya keadaan darurat, jadi harus cepat bertindak,” ujarnya.

Prijo menambahkan, untuk mengejar penerimaan pajak tahun ini, pemerintah perlu punya peraturan yang mudah dilaksanakan. Artinya, administrasi pajak yang rumit perlu ditinjau kembali. Diharapkan ada simplifikasi prosedur dan kepastian hukum yang mendukung hak wajib pajak.

“Tidak perlu berbelit-belit. Sehingga pelaksanaannya efektif,” kata dia.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analisys (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pola penerimaan sepanjang tahun ini persis dengan pola penerimaan pada tahun 2015, yakni optimistis di awal, tetapi ternyata tengah tahun ke akhir sulit mendeteksi penerimaannya.

Oleh karena itu, Yustinus memberi usul kepada pemerintah untuk melakukan "second window" atau pengampunan sanksi terhadap wajib pajak yang belum jujur ikut amnesti pajak atau tidak ikut amnesti pajak.

“Ini malah menjamin rasa aman dan nyaman, penerimaan negara dapat. Ketimbang terkesan diambangkan,” kata dia.

Menurut Yustinus, situasi ekonomi memang belum mendukung bagi pemerintah untuk agresif sehungga memang perlu kelonggaran.

“Tapi setidaknya ke yang benar-benar melanggar/tidak lapor/informal, kan seharusnya tetap bisa dikejar tanpa mengganggu yang sudah relatif patuh,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×