kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,53   14,22   1.56%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dana riset kelautan minim, RI gandeng China


Rabu, 05 Juni 2013 / 19:20 WIB
Dana riset kelautan minim, RI gandeng China
ILUSTRASI. Ilustrasi Harga Emas Siang Ini di Pegadaian, Jumat 24 Desember 2021. ANTARA FOTO/FB Anggoro/foc.


Reporter: Rika Theo |

JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan ikut memasukkan proposal untuk memperoleh bagian dari dana bantuan China bernama Maritime Cooperation Fund. Komitmen dana senilai RMB 1 miliar itu berlaku untuk tahun 2012-2014.

Komitmen itu sendiri disepakati di Beijing pada Desember 2012. Namun hingga kini belum sepeser pun dana yang mengucur, walau sudah ada beberapa kementerian yang memasukkan proposal untuk memperoleh dana ini, termasuk KKP.

"Mungkin masih dalam pembahasan bagaimana mekanisme pengucuran dananya. KKP sendiri memasukkan proposal untuk keperluan riset, pengembangan blue economy, dan pengembangan Indonesia China Center for Ocean and Climate (ICCOC)," kata Budi Sulistyo, Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Laut dan Pesisir KKP, Rabu (5/6).

ICCOC merupakan pusat kelautan dan iklim bersama Indonesia-China yang juga menjalankan kerja sama riset. Pusat kelautan dan iklim ini resmi dibentuk pada 2009 silam.

Salah satu yang dilakukannya adalah pemantauan fisik kelautan untuk Samudera Hindia yang adalah perairan internasional. Selain itu, Indonesia-China juga sempat melakukan pemantauan pada Laut China Selatan. "Namun karena adanya konflik di Laut China Selatan, riset dan pemantauan ini dibekukan dulu," ungkap Rameyo Adi, Kabid Pelayanan Teknis Balitbang KKP.

Di samping melakukan riset bersama China, KKP juga mengirim sejumlah peneliti untuk belajar kelautan di China. "Tahun lalu ada sekitar 27 peneliti yang berangkat. Ini untuk peningkatan capacity building," kata Budi. Selain itu ada juga studi banding antara pejabat senior kementerian kelautan kedua negara, training di kapal, workshop bersama, dan pendirian stasiun pemantauan bersama.

Budi mengatakan, kerja sama ini terjalin lantaran ada common interest atawa kepentingan bersama, yaitu Samudera Hindia. "Samudera Atlantik sudah diambil di masa lalu, Samudera Pasifik yang sedang dieksploitasi sekarang, namun Samudera Hindia ini adalah masa depan karena belum tereksploitasi," paparnya.

Bagi China sendiri, kata dia, Samudera Hindia juga penting untuk menganalisis iklim yang mempengaruhi pertanian negara itu. Dengan kata lain, ujungnya adalah masalah ketahanan pangan, selain juga potensi bencana alam yang dapat terjadi.

Ikan dan garam

Salah satu contoh konkret hasil riset di Samudera Hindia adalah pengembangan peta lokasi ikan. Berdasarkan pergerakan air dan angin, dapat diketahui mana saja wilayah yang menjadi tempat banyak ikan berkumpul.

Tak hanya itu, riset juga bisa berguna untuk mengetahui kondisi iklim yang berdampak ke produksi garam. Apabila kemarau yang terjadi basah, maka produksi garam bakal anjlok. "Seperti yang terjadi pada 2010," kata Rameyo.

Kerja sama ICCOC ini setiap tahunnya rata-rata menghabiskan dana Rp 2 miliar-Rp 3 miliar. Semua dana ini ditanggung oleh China.

"China tidak hanya bekerjasama semacam ini dengan kita saja, tapi dengan beberapa negara lain di kawasan, seperti Korea dan Thailand," ujar Budi.

Menurut dia, kerjasama riset dengan China ini bermanfaat karena dari sisi dana, pemerintah tak punya banyak anggaran untuk keperluan riset kelautan. Padahal, dana riset kelautan jauh lebih besar ketimbang darat. "Menurut LIPI, biaya penelitian laut itu 60 kali lipat biaya penelitian darat. Kita bisa bilang data di laut itu sekarang blank, jauh lebih kecil dibandingkan data yang kita punya untuk darat," ucap Rameyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×