Reporter: Herlina KD |
JAKARTA. Membaiknya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diperkirakan akan berlanjut pada kuartal IV 2012. Selain karena perbaikan ekspor, surplus NPI pada kuartal IV 2012 juga disebabkan karena tingginya arus investasi yang masuk ke dalam negeri.
Hanya saja, ekonom mengingatkan, investasi yang masuk harus dibarengi dengan perbaikan struktur industri di dalam negeri. Jika tidak, maka tingginya investasi ke dalam negeri justru akan mengancam defisit transaksi berjalan.
Fundamental ekonomi Indonesia yang masih bertahan positif di tengah perlambatan ekonomi global membuat investor asing tertarik untuk membenamkan investasinya. Belum lagi, upah buruh di dalam negeri yang relatif lebih murah ketimbang negara lain membuat investor, khususnya investor sektor manufaktur berbondong-bondong masuk ke tanah air.
Ambil contoh, investor otomotif asal Jepang Toyota Motor Corporation yang akan meningkatkan nilai investasinya di dalam negeri hingga Rp 13 triliun dalam kurun waktu tiga tahun ke depan. Selain itu, banyak investor lain yang juga melirik Indonesia sebagai negara tujuan investasi.
Selama ini, investasi yang besar akan dibarengi dengan tingginya impor barang modal dan bahan baku/penolong karena struktur industri dalam negeri yang masih lemah di sektor hulu. Sementara itu, akibat pasar global memburuk maka hasil produksi tidak bisa diekspor tapi dikonsumsi di pasar domestik.
Jangan senang dulu
Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengungkapkan arus modal masuk ke dalam negeri yang cukup kencang memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya, besarnya investasi bisa menyerap tenaga kerja dan menurunkan pengangguran. Tapi kekurangannya, "Kita tidak bisa memanfaatkan investasi secara optimal kalau masih bergantung pada barang impor," jelasnya Minggu (11/11).
Jika hal ini terus dibiarkan, Destry bilang neraca transaksi berjalan akan terus defisit karena pelebaran defisit neraca perdagangan. Lebih parahnya lagi, jika selama ini defisit neraca perdagangan sebagian besar dikontribusi oleh neraca migas, ke depan neraca perdagangan non migas juga bakal defisit kalau Indonesia terus menerus menggantungkan pada bahan baku impor.
Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih menambahkan, dalam beberapa tahun terakhir ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata 6% per tahun. Kondisi ini diperkirakan masih akan berlanjut di tahun-tahun mendatang.
Dengan potensi sebesar ini, maka arus investasi masih akan tinggi. Makanya, Lana bilang pemerintah harus segera membenahi struktur industri dengan mendorong pengembangan industri hulu dan memperbaiki iklim usaha di dalam negeri. Sebab, "Kalau kondisi saat ini dibiarkan, maka akan membebani impor. Jika impor besar, maka potensi pertumbuhan ekonomi yang besar bisa berkurang," katanya.
Destry juga sepakat, pemerintah perlu menjalankan kebijakan yang mendorong industri hulu. Selain itu, penyediaan infrastruktur juga harus memadai.
Menurut Destry, investasi besar yang tidak diimbangi pengembangan industri hilir justru akan membuat impor membesar. Sehingga, "Defisit neraca berjalan akan terus defisit dalam jangka panjang," katanya.
Sebenarnya, pemerintah telah memiliki beberapa instrumen untuk mendorong industri hulu. Salah satunya dengan memberikan insentif berupa keringanan pajak. Hanya saja, Lana bilang pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang baik, sehingga investor mau mengembangkan industri hulu di dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News