kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Buruh gugat aturan Jamkes dan BPJS


Selasa, 26 Maret 2013 / 07:59 WIB
Buruh gugat aturan Jamkes dan BPJS
ILUSTRASI. Wall Street kembali menguat dengan indeks S&P dan Nasdaq rekor penutupan tertinggi


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Dengan alasan bertentangan dengan UndangUndang Dasar 1945, buruh akan mendaftarkan uji materi dua beleid yang menjadi dasar aturan pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI), mereka akan  melayangkan gugatan Peraturan Pemerintah (PP) yang akan di uji adalah PP No. 101/2012 tentang Penerima Bantuan Iuran  (PBI) dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan (Jamkes) ke Mahkamah Agung (MA).

Buruh juga menganggap kehadiran beleid teknis tersebut juga bertentangan dengan Undang Undang No. 24/2011 tentang BPJS dan Undang Undang  No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Aturan yang hendak diuji adalah pasal 12 dan pasal 15 di PP No. 101/2012 dan pasal 1 poin 2 dan pasal 6 ayat 1 dan 2 Perpres No. 12/2013 yang mengatur penerima iuran atau penerima bantuan iuran (PBI), kepesertaan serta status  hukum BPJS.  

Presidium MPBI Said Iqbal  menjelaskan, berkas gugatan akan didaftarkan ke MA pertengahan April 2013 atau awal Mei 2013. "Keberadaan aturan turunan dari UU BPJS dan UU SJSN sudah keluar dari komitmen negara untuk menjamin kesehatan rakyat secara penuh," katanya kepada KONTAN, Senin (25/3).

Misalnya pasal 1 poin 2 dalam Perpres Jamkes yang   memposisikan BPJS sebagai badan hukum biasa. Seharusnya, status BPJS adalah badan hukum publik yang melayani masyarakat dan bersifat nirlaba. Bila masih bersifat badan hukum biasa, maka dalam praktiknya BPJS berpotensi mencari untung sehingga mengabaikan hak peserta.

Poin lain kepesertaan BPJS yang ditetapkan secara bertahap mengakibatkan puluhan juta warga miskin dan buruh kecil tak tercakup BPJS pada 1 Januari 2014. Dalam pasal 6 ayat 2 Perpres Jamkes, seluruh penduduk baru menjadi peserta BPJS Kesehatan paling lambat 1 Januari 2019.
Said berpendapat, buruh juga menyoal penetapan jumlah PBI yang masih memakai hasil pendataan program perlindungan sosial tahun 2011 seperti tercantum dalam pasal 15 PP PBI.

Seperti kita tahu jumlah iuran yang disepakati adalah Rp 15.500 per orang per bulan. Padahal, kondisi di lapangan jauh berubah.
Tak hanya MPBI, Serikat Pekerja Nasional (SPN) juga menolak keberadaan UU BPJS dan UU SJSN. SPN menargetkan, akhir Maret atau awal April nanti, uji materi akan didaftarkan ke MA.

Djoko Heryono, Ketua Bidang Advokasi SPN menegaskan, UU BPJS dan UU SJSN bertentangan dengan UUD 1945. "Sekarang rakyat harus menanggung biaya kesehatannya sendiri," tandasnya.

Wakil Menteri Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mempersilakan buruh menempuh upaya hukum ke MA soal kebijakan BPJS, terlebih hal itu menjadi hak setiap warga. "Saya kira inilah demokrasi. Meskipun tujuannya baik, namun memerlukan waktu yang lebih panjang," tuturnya.
Ali menegaskan, nantinya di era BPJS seluruh masyarakat tetap mendapatkan jaminan kesehatan penuh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×