kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Buruh ancam tarik diri dari Jamsostek


Senin, 04 Februari 2013 / 07:20 WIB
Buruh ancam tarik diri dari Jamsostek
ILUSTRASI. katalog promo Tupperware Oktober 2021. Katalog promo Tupperware Oktober 2021, diskon hingga 40% & produk baru Anne Avantie


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Pemerintah belum juga menetapkan nominal besaran iuran Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Salah satu kendala dalam penetapan penerima bantuan iuran (PBI) ini adalah penolakan keras dari kalangan pekerja.

Bahkan, buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) mengancam menarik keanggotaan di PT Jamsostek yang mulai bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan tahun depan, jika pemerintah tetap menerapkan sistem iuran bagi pekerja di lembaga baru itu.

Ketua Bidang Advokasi SPN Djoko Heryono menilai, pembahasan tentang Peraturan Pemerintah (PP) tentang BPJS Kesehatan dan Besaran PBI, tidak pro-rakyat kecil dan buruh. "Mekanisme pembayaran iuran sangat merugikan buruh, baik di sektor formal maupun informal, sehingga harus dibatalkan," katanya, Minggu (3/1).

Menurut Djoko, total buruh anggota SPN yang akan menarik keanggotaan dari Jamsostek sebanyak 400.000 orang, yang tersebar di seluruh Indonesia. Adapun total dana Jamsostek dari 400.000 buruh itu sekitar Rp 7 triliun. "Rata-rata mereka sudah ikut Jamsostek antara 15 tahun-20 tahun atau sekitar Rp 10 juta sampai Rp 15 juta per orang," paparnya.

Djoko menjelaskan, rencananya, penarikan dari keanggotaan di Jamsostek akan dilakukan pada September atau akhir kuartal tiga tahun ini, bertepatan dengan pemindahan aset Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan.
Namun, jika pemerintah sudah menetapkan aturan tentang besaran PBI sebelum Mei, penarikan bakal dilakukan pada bulan itu juga. "Tepat saat peringatan May Day 1 Mei," ungkap Djoko.

Penarikan dana Jamsostek yang cukup besar ini, menurut Djoko, bisa mengganggu sektor perbankan. Pasalnya, bank yang menampung dana Jam-sostek dipaksa untuk mencairkan dana tersebut di sejumlah kantor cabangnya dengan jumlah cukup besar.
Secara prinsip, Djoko setuju dengan pembentukan BPJS. Hanya saja, ia menolak sistem kewajiban membayar iuran dan menggunakan kategorisasi pelayanan di rumah sakit berdasarkan jumlah premi yang dibayar.

Alasan menolak lantaran pemerintah wajib dan seharusnya sanggup menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk menjamin kesehatan seluruh masyarakat yang tidak mampu. Djoko menambahkan, buruh juga akan menuntut pemerintah menerbitkan Peraturan Pengganti Undang Undang (Perpu) untuk merevisi UU BPJS.

Nah, kelak dalam beleid yang baru itu, pemerintah harus menghapus istilah kewajiban pembayaran iuran dan kategori layanan kesehatan.
Agus Supriyadi, Direktur Rencana Pengembangan dan Informasi PT Jamsostek menjelaskan, Jamsostek tidak bisa melarang buruh memutuskan berhenti dari keanggotaan. Tapi, bila pengunduran itu di luar ketentuan yang ada atau tidak lumrah, Hal itu di luar kewenangan Jamsostek. "Kami berupaya maksimal mempersiapkan diri dan menjalankan migrasi menuju BPJS. Kebijakan untuk menjadi BPJS juga bukan keputusan Jamsostek," ujarnya.

Atas dasar itu, Agus menambahkan, Jamsostek hanya menjalankan peraturan yang ada. Kendati begitu, Jamsostek siap menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×